oleh

Dihantam Corona, Dicekik Tapera. Opini Faizul Firdaus

Dihantam Corona, Dicekik Tapera. Oleh : Faizul Firdaus, S.Si, Pemerhati kebijakan publik.

Belum usai derita akibat pandemi Covid-19 dan segala efeknya, kini rakyat negeri +62 kembali harus bersiap untuk duka yang lain. Ya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat atau PP Tapera. Dengan berlakunya PP ini, maka seluruh pekerja di negeri ini wajib menjadi peserta dan gajinya akan dipotong 3% per bulan untuk iuran simpanan Tapera.

Nantinya simpanan Tapera akan dikelola Badan Pengelola (BP) Tabungan Perumahan Rakyat. BP Tapera menurut aturan ini akan mengelola simpanan dari pegawai negeri sipil (PNS) dan aparatur sipil negara (ASN), dan juga dari seluruh pekerja swasta dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum. (katadata.co.id, 3/6/2020)

Belum lagi diatur bahwa Tapera tersebut baru bisa diambil setelah yang bersangkutan pensiun atau meninggal dunia. Status kepesertaan Tapera pekerja akan berakhir jika telah memasuki masa pensiun bagi pekerja, telah mencapai usia 58 tahun bagi pekerja mandiri, peserta meninggal dunia, atau peserta tidak memenuhi lagi kriteria sebagai peserta selama lima tahun berturut-turut. Bisa dibayangkan berapa lama rakyat akan terus terbebani dengan Tapera.

Di negeri dengan tingkat kasus korupsi yang tinggi ini, tentu hal ini bisa menjadi lahan korupsi baru. Banyak tikus berdasi yang akan memanfaatkan rencana pemberlakuan PP Tapera ini.

Penerbitan PP Tapera di tengah wabah menunjukkan pemerintah tidak punya kepekaan terhadap penderitaan rakyat. Rakyat yang tengah berjuang sendiri untuk menghidupkan sektor ekonomi, dengan teganya dipalak tabungan tidak jelas ini. Betapa ternyata, Tapera ini menyalahi definisi tabungan itu sendiri. Tabungan harisnya bisa dimanfaatkan oleh yang menabung, tapi tidak demikian dengan Tapera. Dalam pasal 38 Nomor 25 Tahun 2020 menyebut, tak semua peserta Tapera bisa menikmati manfaat kepemilikan rumah meski rutin membayar iuran. Syarat mendapatkan skema pembiayaan dari BP Tapera adalah sudah memiliki masa kepesertaan minimal 12 bulan, termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dan belum memiliki rumah. Ada pola operasi yang mirip antara Tapera dengan BPJS.

Menambah Beban Rakyat

Sebelum diberlakukannya Tapera, rakyat negri ini sudah sangat menderita. Berjuang sendiri di tengah amburadulnya kebijakan pemerintah dalam menangani wabah. Dihantam lesunya ekonomi akibat Covid-19, ditambah lagi pemerintah masih tega menaikkan besaran iuran BPJS, pun masyarakat harus tersengat tagihan listrik yang melonjak fantastis. Kini rakyat harus bersiap-siap kembali menderita dicekik Tapera.

Perumahan adalah tanggung jawab negara

Perumahan termasuk salah satu kebutuhan dasar. Dia harusnya menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menjamin ketersediaannya, sebagaimana jaminan pemenuhan kebutuhan dasar yang lain seperti pengan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Demikianlah amanat Undang-undang kepada para penyelenggara negara. Kebutuhan tersebut harusnya disediakan negara tanpa kompensasi apapun. Bial memang tidak dapat sepenuhnya gratis, maka setidaknya terjangkau.

Akhirnya dari episode ini kita belajar satu hal bahwa ada yang bermasalah dalam sistem tata kelola negara kita. Sehingga amanat Undang-undang sendiri tidak bisa dilaksanakan. Alih-alih kebutuhan dasar rakyat terjamin, malah yang ada rakyat terus ditarik aneka rupa pajak dan iuran. Jelas bahwa kita msih harus berbenah. Politik ekonomi berkaitan tentang pengelolaan Sumber Daya Alam harus ditinjau ulang. Agar bisa bermanfaat untuk menopang pembiayaan kebutuhan negara. Pemerintah harus kembali dalam posisinya sebagai pelindung dan penjamin kebutuhan rakyat.

Wallahua’lam bisshowab

Loading...

Baca Juga