oleh

Duka Lara Sang Pejuang Wabah. Opini Nisaa Qomariyah

Duka Lara Sang Pejuang Wabah. Oleh: Nisaa Qomariyah S.Pd, Praktisi Pendidikan dan Muslimah Peduli Negeri.

Kurva pandemi Covid-19 di Indonesia tampaknya belum juga melandai. Korban terinfeksi tidak juga kunjung berkurang. Penyebarannya pun kian meluas hingga ke pelosok pedesaan, sebab masih banyak perantauan pulang kampung. Sehingga tidak dapat dipungkiri, korban Covid-19 pun mengalami kenaikan. Alhasil, semakin banyak pula paramedis yang harus dikerahkan untuk menangani para pasien.

Meningkatnya jumlah kasus terinfeksi mengharuskan para nakes siap berjuang di garda terdepan. Mereka mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran, bahkan nyawa. Meskipun dengan alkes, khususnya APD yang terbatas. Tidak heran bila banyak nakes yang ikut terinfeksi dan meninggal dengan jumlah yang tidak sedikit.

Sayangnya, di tengah perjuangan para nakes ini terselip kabar pahit. Para nakes dikabarkan urung mendapatkan insentif. Padahal insentif ini telah dijanjikan oleh pemerintah untuk para dokter dan perawat kisaran Rp5-15 juta. Namun, hingga saat ini insentif tersebut belum ada wujudnya.

Tidak tahu alasan apa yang menyebabkan belum cairnya insentif ini. Namun, menurut pengakuan salah satu perawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Anitha membeberkan para perawat sangatlah memerlukan insentif itu. Terlebih mereka para medis yang mendapatkan pemotongan tunjangan hari raya (THR) Idul Fitri. Banyak pula temen-temen di RS swasta lain dikabarkan malah tidak mendapatkan THR. (tempo.com, 1/6/2020).

Selain itu, ada pula salah satu tenaga medis di Wisma Atlet Kemayoran membeberkan bahwa pencairan insentif terkendala diakibatkan oleh masa libur lebaran. Mengakibatkan masih ada sejumlah tenaga medis yang hingga saat ini belum pula menerima dana insentif tersebut. Mengingat pemberiannya insentif dilakukan secara berangsur ataupun bertahap.

Berdasarkan kondisi yang ada, sekitar 900 tenaga medis dan relawan medis yang hingga saat ini belum juga menerima hak-haknya. Tenaga medis berharap pemerintah segera mungkin memproses pencairan insentif agar cepat cair.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, pencairan insentif sudah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Adapun pencairan insentif memang diberikan secara berkala sesuai dengan kesiapan rumah sakit masing-masing.

Melihat kondisi yang ada, sebenarnya permasalahan insentif ini sudah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo sejak tanggal 23 Maret yang lalu. Jokowi memberikan rincian bahwa pemerintah akan memberikan insentif bulanan kepada tenaga medis yang terlibat dalam menangani Covid-19. Besaran insentif untuk para dokter spesialis akan diberikan insentif sebesar Rp15 juta, dokter umum dan dokter gigi sebesar Rp10 juta, bidan dan perawat sebesar Rp7,5 juta, juga tenaga medis lainnya sebesar Rp5 juta. Selain itu, akan memberikan santunan kematian sebesar Rp300 juta dan ini hanya berlaku untuk wilayah yang telah menyatakan tanggap darurat saja. (merdeka.com, 25/5/2020).

Sungguh kisaran pemberian insentif yang cukup untuk para tenaga medis. Namun apa boleh buat, janji hanyalah janji. Hingga saat ini pemerintah belum juga memproses insentif tersebut. Padahal para tenaga medis sudah memertarungkan nyawa mereka untuk menangani pasien Covid-19.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) telah menekankan bahwa sangatlah penting menjamin hak dan menjamin keselamatan para tenaga medis yang berada digaris paling depan. Seharusnya pemerintah benar-benar memerhatikan kondisi para tenaga medis yang sudah berjuang. Jangan sampai menunda kesejahteraan mereka, sebab pekerjaanya sangatlah beresiko.

Para tenaga medis merupakan aset bangsa yang semestinya dijaga dan dilindungi sedemikian rupa. Karena tanpa mereka, pasien Covid-19 tidak akan sembuh dan membuat negara remuk. Sementara itu sudah banyak sekali tenaga medis yang meninggal dunia akibat menangani pasien Covid-19. Salah satunya akibat tidak terdistribusinya  Alat Pelindung Diri (APD) yang dikenakan oleh dokter. Sehingga mereka mengenakan APD seadanya dalam menangani pasien Covid-19,

Belum lagi di lapangan terdapat pasien yang tidak mau jujur ketika ditanya riwayat perjalanannya. Sehingga menyebabkan tertularlah para tenaga medis secara langsung maupun tidak langsung dari pasien.

Sungguh, tenaga medis sudah berjuang siang-malam di rumah sakit. Rela tidak bertemu dengan anak, istri dan keluarganya. Semua telah dilakukan agar dapat mengurangi korban atau pasien positif Covid-19. Membantu pemerintah di garda terdepan melawan Covid-19.

Sayangnya, alih-alih mendukung dan menghargai para nakes ini dengan layak. Pemerintah justru seolah mengalihkan tanggung jawab penuh tanpa penghargaan kepada tenaga medis. Padahal menjadi tanggung jawab pemerintah dalam memberikan kesejahteraan dan hak para nakes. Sebab mereka para tenaga medis membutuhkan support sistem dan keseriusan pemerintah dalam penanggulangan dan pencegahan wabah Covid-19.

Urungnya pemberian insentif dan THR semakin menunjukkan negara abai dan lepas tangan. Alih-alih ingin memberikan kabar bahagia tapi nyatanya hanya sebatas memberikan ilusi berkala.

Berbeda  sekali pada sistem pemerintahan Islam yang menjadi garda terdepan dalam menangani urusan kesehatan. Kesehatan masyarakat termasuk ke dalam kebutuhan primer yang wajib disediakan oleh negara. Bahkan rakyat memperolehnya dengan secara murah dan berkualitas, bahkan gratis.

Sungguh keberhasilan peradaban Islam ini merupakan paradigma yang benar mengenai kesehatan. Nabi Saw. bersabda bahwasanya setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Jadi penguasa adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas segala kondisi yang menimpa rakyatnya.

Betapa sungguh luar biasanya perhatian Islam terhadap kondisi kesehatan di kala itu. Apatah lagi perhatian terhadap dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Islam memberikan fasilitas terbaik untuk kenyamanan tenaga medisnya. Berupa tunjangan dan akses pendidikan mudah dan gratis diberikan serta sarana prasarana tanpa ada janji-janji. Agar mindset yang muncul dalam diri tenaga medis adalah mindset untuk melayani tak semata-mata hitung-hitungan materi.

Selain itu, Islam memberikan perlindungan keamanan kepada para tenaga medis yang menjadi garda terdepan melawan wabah dengan diberlakukannya karantina wilayah. Ini semata-mata dilakukan oleh pemerintah Islam untuk mencegah semakin merebaknya wabah agar tidak meluas. Maka wabah tak akan sempat menjadi pandemi seperti saat ini. Dengan terpusatnya wabah di satu wilayah saja, maka akan memudahkan para tenaga medis untuk fokus dan segera memberikan penanganan terhadap pasien.

Sudah saatnya negeri Indonesia ini kembali kepangkuan Islam satu-satunya aturan buatan Allah SWT dan mencampakkan sistem kufur saat ini. Hanya dengan menerapkan aturan syariat Islamlah para tenaga medis akan terjamin kesejahteraannya secara sungguh-sungguh dan menyeluruh.

Wallahu a’lam bi ash-shawab

Loading...

Baca Juga