oleh

Gema Melanesia Minta Presiden Copot Kepala BIN dan Kapolri

FOKUSBERITA.ID – Gerakan Mahasiswa Melanesia (Gema Melanesia) mendesak Presiden Jokowi segera mencopot Kepala BIN dan Kapolri. Kedua pejabat tersebut dinilai memiliki tanggung jawab besar atas meledaknya isu rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang hingga menjalar ke permintaan referendum dan merdeka.

Menurut Jibril Tukmuly, berita yang beredar di media massa maupun media sosial, terutama tentang video yang ada teriakan bersifat rasis. Namun sampai sekarang belum ada yang ditangkap. Ini berarti Kapolri Tito Karnavian sebagai pimpinan tidak tanggap akan dampak yang akan terjadi.

“Sedangkan para aktivis saja sudah bisa memperhitungkan dampaknya begitu tahu video tersebut beredar. Penanganan di Malang dan di Surabaya juga sama sekali tidak menunjukkan keprofesionalan Polisi dalam bertindak. Otomatis saudara-saudara di Papua dan papua Barat pasti marah lah. Kalau ada yang salah, ya cepat ditangkap,” kata Jibril di kawasan Cikini Jakarta Pusat, Jumat malam (23/8/2019).

Jibril juga mempertanyakan kinerja Budi Gunawan sebagai Kepala BIN. Lembaga yang dipimpinnya seharusnya sudah tahu semua pergerakan yang terjadi, karena tugas BIN memang mencari informasi tentang semua hal yang berpotensi membahayakan stabilitas negara. Jibril merasa heran, karena semua kejadian yang terjadi baginya terlihat secara nyata dan jelas.

“Ada apa dengan Kepala BIN? Itu semua nyata dan terang benderang. Massa yang di Surabaya itu dari elemen mana, bagaimana karakternya, kan sudah jelas. Mungkin Kepala BIN tidak mendengar laporan itu atau intelejen BIN tidak memberikan laporan kepada Kepala BIN atau bagaimana? Yang pasti, Gema Melanesia meyakini bahwa ada kecerobohan yang terjadi dan itu berakibat fatal bagi negara,” tegas Jibril Tukmuly.
Gema Melanesia Minta Presiden Copot Kepala BIN dan Kapolri
Pemberitahuan Gerakan Mahasiswa Melanesia (Gema Melanesia) akan menggelar Aksi Save Papua di Mabes Polri dan Istana Merdeka, Senin (26/8/2019)

Ia melanjutkan, puncak dari semua ini adalah permintaan referendum dan kemerdekaan oleh masyarakat Papua dan Papua Barat saat melakukan aksi di depan Istana Negara. Aksi referendum Papua dan papua Barat ini sempat diwarnai dengan insiden pengibaran bendera Bintang Kejora. Seharusnya ada langkah persuasif untuk tidak mengibarkan bendera tersebut di tengah-tengah pusat pemerintahan Indonesia.

“Kepala BIN dan Kapolri Tidak Becus Dalam Bekerja. Bagaimana coba? Apa tidak ada informasi bakal ada pengibaran bendera Bintang Kejora di depan Istana? Apa tidak ada langkah persuasif yang menjelaskan kalau referendum itu masih masuk di koridor hukum, tapi pengibaran bendera Bintang Kejora itu masalah lain. Ini stabilitas negara yang dipertaruhkan,” ujar Jibril.

Terkait kondisi di tanah Papua, Jibril Tukmuly juga menyayangkan kinerja kedua lembaga tersebut. Menurutnya, kondisi di tanah Papua saat ini juga menunjukkan BIN dan Polri tidak mampu bekerjasama untuk meredam gejolak yang ada.

“Kondisi di tanah Papua lagi-lagi menunjukkan bahwa Polri tidak mampu menahan gejolak yang ada. Sedangkan BIN tidak mampu mengumpulkan informasi atau mendeteksi kemungkinan munculnya gejolak dan kerusuhan di tanah Papua,” tegas Jibril Tukmuly.

Menyikapi hal ini, Jibril menyatakan bahwa Gema Melanesia akan melakukan aksi pada hari Senin 26 Agustus 2019. Mereka meminta agar Presiden Jokowi segera mengambil langkah pengamanan yang tegas menanggapi isu rasis yang ditujukan kepada masyarakat Papua.

“Senin besok Gema Melanesia akan mengadakan aksi di depan Mabes Polri dan Istana Merdeka. Kebetulan saya yang jadi korlapnya. Ada 3 hal yang menjadi tuntutan kami. Yang pertama, kami minta Presiden segera bertindak menangani isu rasis ini” tegas Jibril.

Ia melanjutkan, tuntutan kedua adalah meminta Presiden mencopot Kepala BIN karena dinilai tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Sedangkan tuntutan ketiga adalah mencopot Kapolri karena tidak bisa menjaga kamtibmas terkait isu rasis terhadap rakyat Papua. (AMN)

Loading...

Baca Juga