oleh

Jumat Berkabung, PP GPI Tanyakan Beda Aksi 21-22 Mei Dengan Aksi Orang Papua

FOKUSBERITA.ID – Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Islam (PP GPI) bersama Brigade GPI menggelar renungan Jumat Berkabung. Dalam rangka memperingati tragedi kemanusiaan 21-22 Mei 2019 di depan Gedung Bawaslu. Jakarta, Jumat (30/8/2019) Tema gerakan ini adalah “Aksi 1000 Lilin & Do’a Bersama Untuk Mengenang Pahlawan Demokrasi”.

Acara yang digelar sekitar pukul 20.00 WIB ini diawali dengan pembacaan Tahlil dan Shalawat yang di pimpin oleh Ade Selon (Brigade GPI). Usai membaca tahlil dan shalawat, peserta kemudian menyalakan lilin.

Koordinator kegiatan, Rahmat Himran menjelaskan bahwa kegiatan ini bukanlah sebuah aksi massa. Kegiatan ini adalah sebuah kegiatan yang dilakukan pada hari Jumat, untuk mengenang mereka yang meninggal di depan Gedung Bawaslu pada 21-22 Mei 2019.

“Jadi ini adalah malam renungan Jumat Berkabung mengenang pahlawan demokrasi. Kami dari PP GPI ingin tragedi kemanusiaan dan pelanggaran HAM terberat di dunia. Terkait para mujahid demokrasi pada tanggal 21-22 Mei 2019 tidak dilupakan begitu saja. Harus diusut tuntas,” kata Himran disela kegiatan.

Lanjutnya, PP GPI tetap akan mengenang kepergian para syuhada-syuhada demokrasi. Mereka juga mengenang apa yang telah diberikan para syuhada kepada bangsa dan negara. Oleh sebab itu, PP GPI akan mengawal hal-hal yang belum didapat oleh para korban, yaitu keadilan dan juga siapa yang harus bertanggungjawaban.

“Keadilan belum ada kepada mereka yang sudah mengorbankan nyawanya. Di depan gedung (Bawaslu-red) inilah mereka menumpahkan darah. Merekalah pahlawan demokrasi yang sesungguhnya,” ungkap Himran.

Ia menjelaskan, PP GPI meminta agar penegak hukum segera mengungkap siapa yang membunuh para pejuang demokrasi ini. Empat bulan telah berlalu sejak peristiwa tersebut terjadi, belum ada satupun yang menjadi tersangka.

Persiapan Renungan Jumat Berkabung Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Islam (PP GPI) di depan gedung Bawaslu Pusat, Jumat (30/8/2019)

“Kami meminta kepada Kapolri dan kapolda untuk mengusut tuntas kasus ini hingga selesai. Karena sampai saat ini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka dalam peristiwa pembunuhan para aktivis, syuhada yang meninggal di depan Bawaslu. Jangan sampai muncul kesan Mabes Polri dan Polda menutup-nutupi kasus ini. Tragedi yang akan dikenang selama-lamanya di Indonesia. Ini adalah persoalan kasus HAM terberat dalam sejarah Republik Indonesia,” tegas Himran.

Ia juga menegaskan bahwa Jumat Berkabung ini bukanlah kegiatan terakhir. PP GPI akan melakukan kegiatan yang sama di setiap hari Jumat malam.

“Kita akan melakukan kegiatan seperti ini setiap Jumat malam atau Jumat Berkabung. Kami akan melakukan hal yang sama di depan Komnas HAM, Mabes Polri, Polda Metro Jaya. Kami akan keliling. Jumat Berkabung akan terus kita lakukan sampai Komnas HAM dan pihak kepolisian mengungkap siapa pembunuh para pejuang demokrasi ini,” ujar Himran.

Sementara itu Sekjen PP GPI Diko Nugraha menyesalkan terjadinya tragedi 21-22 Maret 2019. Salah satu tokoh aksi 313 ini merasa prihatin karena umat Islam yang selalu dikorbankan dalam setiap kontestasi politik. Terlebih lagi sampai sekarang belum terungkap siapa pelakunya dan siapa yang harus bertanggungjawab.

“Peristiwa kekerasan yang terjadi di Bawaslu ini kan disesalkan banyak pihak. Bahwa kontestasi pilpres telah mengorbankan darah umat Islam. Sampai dengan 4 bulan ini, belum ada satu pihak pun yang menyatakan dan dinyatakan bertanggungjawab. Kami mendesak aparatur terkait agar segera mengungkap siapa yang harus bertanggungjawab,” tegas Diko.

Sekjen PP GPI ini menegaskan bahwa semua yang meninggal pada peristiwa 21-22 Mei 2019 ini adalah kejahatan HAM. Menurutnya, kejahatan HAM yang terjadi ini sangat mengenaskan karena ada anak di bawah umur juga ikut menjadi korban. Karenanya, ia mendesak semua pihak agar turut serta mengungkap dalang dibalik tragedi tersebut.

“Bahwa ini adalah kejahatan HAM. Apalagi ini ada jatuh korban anak di bawah umur. Kami juga mendesak anggota parlemen agar mendatangi Komnas HAM. Jumat berkabung akan bergulir secara simultan di setiap kantor-kantor yang terkait dengan tragedi kemanusiaan tersebut,” tegasnya.

Diko secara tegas menyesalkan sikap aparat penegak hukum dalam menangani peristiwa 21-22 Mei 2019. Perlakuan aparat penegak hukum dalam peristiwa tersebut memberi kesan bahwa umat Islam adalah ancaman bagi keamanan nasional.

Diko membandingkan perlakuan aparat penegak hukum sangat berbeda dengan sejumlah aksi yang dilakukan oleh orang Papua belakangan ini. Penanganan yang dilakukan lebih bersifat persuasif. Menurut Diko, perbedaan penanganan ini memberikan kesan bahwa para pelaku aksi 21-22 Mei 2019 adalah separatis.

“Jangan sampai Islam menjadi kambing hitam. Dibantai atas dasar keamanan nasional. Disini kita juga bisa melakukan perbandingan. Kekerasan yang terjadi di Papua, tidak serepresif tindakannya terhadap kita yang kelompok penegak demokrasi. Jadi demokrasi dianggap separatis. Karena penanganan aksi yang dilakukan umat Islam sangat berbeda dengan yang dilakukan terhadap aksi masyarakat Papua,” tegas Diko.

Sementara itu dilain tempat, Koordinator Eksekutif Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) Yudi Syamhudi Suyuti Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional juga mendukung acara renungan Jumat berkabung yang dilakukan oleh PP GPI. Ia juga berpendapat bahwa jatuhnya korban pada peristiwa 21-22 Mei tersebut adalah sebuah pelanggaran HAM. Karena itu, ia merasa rakyat Indonesia merasa perlu untuk meminta Komnas HAM memenuhi janjinya untuk mengumumkan perkembangan TGPF Tragedi 21, 22, 23 Mei 2019.

“Beberapa waktu lalu, kami mendengar dan membaca pernyataan Komisioner Komnas HAM di media massa yang berjanji mengumumkan perkembangan masalah tersebut pada pertengahan Agustus 2019. Oleh karena itu, kami menagih janji Komnas HAM. Kami dari JAKI mendukung kerja TGPF Komnas HAM dan telah memberikan surat resmi untuk bisa menuntaskan tragedi 21, 22, 23 Mei 2019 hingga tuntas,” kata Yudi.

Ia menambahkan, selama ini JAKI juga telah menyurati berbagai pihak untuk mengusut tuntas peristiwa 21-23 Mei yang lalu. Selain Komnas HAM, Yudi mengaku telah menyurati Presiden Jokowi, Mabes Polri dan beberapa pihak lainnya. (DVD)

Loading...

Baca Juga