KHAZANAH SEJARAH: BAHAYA PENYEBARAN HOAX
by Ahmad M. Sewang
Walau UU ITE (undang-undang informasi dan transaksi elektronik) sudah diundangkan sejak tahun 2008, tetapi pengguna medsos tetap saja melanggarnya, karena tidak adanya pengawasan ketat dan penindakan hukum tegas yang tanpa pandang bulu. Lihat saja peristiwa terakhir yang diviralkan, bagaimana mengedit foto Kiyai Haji Makruf Amin, seorang ulama, dengan berpakaian sinterklas. Demikian halnya, bagaimana merekayasa foto Prabowo sedang berdansa yang diberi keterangan dalam sebuah perayaan Natal, padahal foto itu diambil dari hari ulang tahun Partai Gerindra tahun 2013 yang tidak ada hubungannya perayaan Natal.
Kedua foto itu sengaja diviralkan untuk saling mengdiskriditkan lawan politik. Awalnya disebarluaskan oleh kelompok yang sengaja dibentuk sebagai perekayasa black campaign. Itulah politik Machiavelli yang sedang menggerogoti otak manusia. Mereka menggunakan semua cara untuk memenangkan jagoannyanya. Mereka sudah kehilangan moral dan tidak berani tampil berpolitik elegan, yaitu menghormati kelebihan orang lain sekalipun rival politik. Orang masa kini rela kehilangan nurani, hanya sekedar memburu nafsu duniawi.
Kedua Foto rekayasa di atas sengaja disebarluaskan sebab ternyata pengedarnya bukan manusia sembarangan melainkan manusia berpendidikan. Padahal, tidak sulit bagi manusia terdidik mengetahui, apakah foto itu hoax atau fakta? Dapat ditelusuri melalui tiga tahapan, yaitu
1. Menyekeksi lewat common sense masing-masing, apakah foto ini fakta atau hoax?
2. Bandingkan pemberitaan mainstream. Jika tidak dimuat di sana, patut dicurigai bahwa itu adalah informasi hoax,
3. melakukan rechek atau tabayun lebih dahulu pada ahlinya.
Menyebarkan hoax yang menyangkut pencemaran nama baik, sangat besar resikonya, yaitu ancaman pidananya, paling lama 4 tahun, dan denda Rp 750 juta (Hasil revisi uu ITE, 26 September 2016).
Belum lagi ancaman di akhirat (jika masih percaya pada hari kemudian). Di bawah ini saya kutipkan hadis Nabi riwayat Muslim. Hadis tersebut diartikan secara bebas tanpa mengurangi makna substansi hadis itu. Suatu ketika Nabi bertanya pada para sahabat, “Apakah kalian mengetahui, siapa yang dimaksud manusia pailit? Para sahabat menjawab orang pailit adalah orang yang kehabisan uang dan harta kekayaan.
Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya orang pailit adalah orang yang di hari kiamat datang dengan pahala karena ia rajin beribadah (salat, puasa, dan zakat), tetapi hobinya juga selalu mencaci, memfitnah atau menyebarkan berita hoax yang membuat orang lain tersakiti. Orang demikian, pahala ibadahnya akan diambil dan diberikan kepada orang yang disakiti. Andai pahalanya habis, sementara tuntutan dosanya banyak yang belum terbayar. Maka dosa dari setiap orang dari yang pernah disakiti akan diambil dan dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka. (HR Muslim).
Natijah
1. Hati-hati mengposting informasi hoax yang bisa menyebabkan tercemarnya nama baik orang lain. Sebab bisa dipidana dengan UU ITE yang hukumannya sangat berat.
2. Sebelum meneruskan informasi lebih baik melakukan tabayun untuk menghindari ikut serta menyebarluaskan berita hoax.
3. Untuk menghentikan pelanggaran terhadap UU ITE harus diawasi dengan ketat dan ditindak tegas pelakunya tanpa pandang bulu.
3. Hukuman di akhirat jauh lebih berat lagi, “Sebab bisa jadi ibadah selama hidupnya di dunia justru sia-sia tak ada gunanya. Mereka digolongkan ke dalam manusia pailit,” kata Nabi.
4. Ketika menulis tentang azab neraka di akhirat, justru saya ragu jangan-jangan manusia zaman now sudah tidak percaya lagi pada hari akhirat?
Wassalam,
Makassar, 28 Desember 2018