Listrik Mencekik, Subsidi Hanya Ilusi Paradigma Kapitalis. Oleh: Andika Ramadani, Pemerhati Sosial Masyarakat.
Sudah jamak dirasakan yang terjadi di negeri ini, bukan hanya gagal dari segi antisipasi tetapi juga lambat dalam menangani setiap permasalahan. Sehingga membuat penyebaran wabah virus corona semakin meluas kepenjuru daerah. Dampak dari virus ini menimbulkan keluhan di tengah masyarakat, salah satu keluhan yakni tarif listrik yang semakin mencekik, sedangkan janji subsidi hanya ilusi semata oleh paradigma kapitalis.
Masyarakat mengeluhkan kenaikan tagihan listrik hingga 4 kali lipat dan menduga ada kenaikan secara diam-diam dari PLN. Namun PLN mengelak telah menaikkan listrik selama pandemi, mereka menjelaskan kenaikan listrik dianggap wajar karena penggunaannya yang meningkat karena WFH dan BDR.
Dilansir, Sindownews.com, Bandung – PT PLN memastikan banyak keluhan masyarakat terkait lonjakan tagihan listrik belakangan ini. Bukan karena kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Namun kenaikan tagihan listrik lebih disebabkan adanya selisih dan kenaikan konsumsi listrik saat work from home (WFH) atau kerja dari rumah.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan Bob Syahril mengatakan lonjakan tagihan yang dialami sebagian pelanggan tidak disebabkan karena kenaikan tarif, bukan juga disebabkan subsidi silang antara pelanggan golongan tertentu dengan golongan yang lain. Lonjakan pada sebagian pelanggan terjadi semata-mata karena pencatatan rata-rata rekening sebagai basis penagihan pada bulan Mei, kemudian pada bulan Juni pencatatan meter aktual selisihnya cukup besar, sehingga menyebabkan adanya lonjakan, ucapnya (jabar.sindownews.com)
Disisi lain PLN blak-blakan menanggapi kasus tagihan listrik pelanggan yang membengkak. Dilansir, CNBCIndonesia.com, Jakarta – PT PLN (Persero) menekankan tidak ada kenaikan tarif listrik, sebab menaikkan tarif adalah kewenangan pemerintah bukan PLN. Direktur Human Capital Management PT PLN (Persero) Syofvi F. Roekman juga menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah memanipulasi dalam perhitungan tarif. Prinsipnya kami tidak pernah melakukan adjusment terhadap tarif karena itu dominanya pemerintah dan bukan dominan PLN, ujarnya. (cnbcindonesia.com)
Miris tentu, di tengah ekonomi yang semakin merosot akibat dampak wabah virus corona rakyat dihadapkan pada naiknya tarif listrik. Banyak masyarakat mengeluhkan kenaikan ini. Mencermati hal tersebut pemerintah seakan tidak peduli terhadap kesulitan yang dirasakan oleh rakyat dan sektor strategis layanan publik tidak menyesuaikan pelayanannya. Maka sudah seharusnya pemerintah harus melakukan pendekatan dan meringankan kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat di masa pandemi.
Hal ini tentu sangat sulit dijalankan selama penerapan sistem kapitalis masih dipakai negeri ini. Sistem ini memaksa penguasa lebih berfikir untung rugi ketimbang rakyatnya. Pemerintah menganggap dengan memberikan diskon dan listrik gratis sampai pandemi corona mereda bisa membantu ekonomi rakyat yang terdampak dari wabah virus corona, padahal faktanya kebijakan ini setelah beberapa saat berjalan justru menimbulkan masalah dan menambah beban terhadap rakyat akibat kenaikan listrik yang semakin mencekik.
Semakin jelas bahwa paradigma dalam sistem kapitalis yakni untung dan rugi yang menjadi dasar utama munculnya kebijakan ini, negara senantiasa mempertimbangkan alokasi untuk mempertahankan operasional perusahaannya.
Sehingga membuat dilema di negeri ini dengan sistem ekonomi kapitalis dalam ketahanannya bergantung hanya kepada perusahaan, dimana perusahaan bertahan dengan untung dan rugi, sama halnya negara pun demikian sebelum memutuskan dalam memberikan bantuan walaupun terhadap rakyatnya sendiri juga masih memikirkan untung dan rugi. Nampak jelas bahwa dalam sistem kapitalisme hanya mengutamakan keuntungan ketimbang kesejahteraan rakyatnya. Sistem ini sangat berbeda dengan sistem Islam.
Dalam prinsip ekonomi Islam menjelaskan bahwa sumber pemasukannya bukan bersumber dari modal segelintir orang, baik dari modal asing maupun hutang luar negeri, apalagi bergantung pada perusahaan yang bergerak dibidang pelayanan publik.
Dalam sistem Islam pemimpin senantiasa akan lebih mengutamakan kepentingan hidup rakyatnya ketimbang yang lain, karena dalam Islam rakyat adalah tanggung jawab negara untuk dipenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa pamrih dan tanpa menghitung untung rugi baik saat terjadi wabah ataupun saat kondisi normal.
Pemimpin Islam memberikan pelayanan yang terbaik terhadap rakyatnya dengan menggunakan sumber daya alam yang dimiliki seperti SDA (emas,migas,hutan,laut, dan lain-lain). Sebab SDA adalah kepemilikan umum yang akan dikembalikan kepada rakyat, negara yang mengelola secara mandiri, juga menjadikan sebagai modal utama untuk menjaga ketahanan ekonomi terlebih disaat terjadi krisis.
Sebagaimana dalam sebuah hadist dari Ibnu Abbas RA berkata, sesungguhnya Nabi SAW bersabda; “ Orang muslim berserikat dalam tiga hal yaitu: air,rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harga garam. Abu Said berkata: maksudnya, air yang mengalir”. (HR. Ibnu Majah).
Sehingga menjadi perhatian khusus jika keadaan darurat ekonomi disebabkan adanya wabah seperti saat ini, yang membuat banyak orang di rumahkan dan ekonomi berkurang bahkan berhenti. Maka bantuan atau subsidi apapun yang diberikan oleh negara dengan menggunakan prinsip sistem Islam (Khilafah) bukan sekedar bantuan abal-abal atau solusi tambal sulam, bukan juga ilusi yang seolah-olah memberi harapan tapi memunculkan kontroversi dengan persoalan baru.
Dengan demikian maka sudah saatnya kita kembali pada sistem Islam yang sudah terbukti keberhasilannya dalam mengurus ummat, saatnya kita mencampakan sistem kapitalis yang telah gagal mensejahterakan rakyatnya. Hanya dengan sistem Islam umat akan sejahterah dalam bingkai Daulah Khilafah.
Wallahu Alam Bish-shawab.