oleh

Miris Pembunuhan Sadis. Opini Sherly Agustina

Miris Pembunuhan Sadis. Oleh: Sherly Agustina M.Ag, Revowriter Waringin Kurung.

“Mau siksa bayi? Dengan senang hati, nggak tega atau nggak mau, jelaskan mengapa.”

Isi kutipan curahan hati (NF). (Suara.com, 09/03/20)

Lost Generation Dalam Demokrasi

Publik  digemparkan dengan peristiwa pembunuhan sadis oleh seorang gadis  remaja berusia 15 tahun pada anak kecil yang berusia 5 tahun, anak tetangga teman mainnya sehari-hari. Banyak yang bertanya-tanya mengapa hal itu bisa terjadi, apalagi ketika mengetahui kronologi kejadian pembunuhan tersebut.

Saat itu sore hari (NF) sedang bermain dengan anak kecil di rumahnya, lalu (NF) menyimpan mainan di dalam bak mandi dan meminta anak kecil tersebut mengambilnya. Anak polos tersebut mengikuti apa yang diperintahkan oleh (NF), saat itu (NF) menenggelamkan kepala anak tersebut hingga tak bernafas lagi. Kemudian mengikat anak itu, awalnya akan dibuang tetapi karena sudah sore akhirnya (NF) menyimpannya di lemari.

Keesokan harinya (NF) pergi ke sekolah dengan membawa baju ganti dan ternyata (NF) mendatangi kantor polisi, menjelaskan kronologi kejadian tersebut. Tentu awalnya pihak polisi tidak percaya tapi setelah melihat bukti mayat yang ada di rumah( NF) dan bukti-bukti lain berupa papan tulis dan buku diari curahan hatinya, akhirnya polisi mempercayai kejadian tersebut.

Setelah berulang kali polisi bertanya kepada ( NF), Apakah menyesal melakukan pembunuhan sadis itu? (NF) menjawab: sangat puas berulang kali. Pihak polisi masih menyelidiki apa yang melatarbelakangi kejadian tersebut, apakah psikis (NF) terganggu? Info yang didapat bahwa ( NF) sangat menyukai film ‘Chuccky dan Slender Man’. Isi film tersebut tentang horor dan pembunuhan di antaranya terhadap anak kecil. Apakah (NF)  terinspirasi dari film ini? Di manakah orang tuanya saat kejadian itu?

Dalam sistem demokrasi, di mana kebebasan menjadi jargonnya. Apa pun sepertinya bisa terjadi, fenomena bullying pada anak dan remaja, tawuran, free seks sampai aborsi, hingga pembunuhan sadis oleh gadis remaja, akhirnya menjadi lost Generation.

Tentu hal ini sangat miris, peran orang tua terutama ibu yang harusnya mendidik dan membersamai pertumbuhan sang anak seakan terkikis bahkan hilang. Keluarga (NF) yang broken home, menjadi PR bagi sang ayah dan ibu tirinya dalam mendidik anak. Apakah kedua orang tuanya sibuk misalnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehingga tak ada waktu bersama dengan anak-anak dan mendidik mereka. Kontrol masyarakat juga dibutuhkan serta peran negara dalam memfilter tayangan film atau tontonan apapun.

Islam Menjaga Dan Mendidik Anak

Anak adalah titipan dari Allah Swt dilahirkan bagai kertas yang kosong, orang tuanya lah yang akan mengisinya dengan  yang baik atau yang buruk. Islam sebagai agama dan juga way of life menunntun manusia terutama para orang tua dalam mendidik dan menjaga anak-anaknya sesuai dengan fitrah.

Sebelum menikah calon suami/ayah dan istri/ibu harus membekali diri dengan pendidikan agama yang kuat. Karena dari kehidupan kecil keluarga mereka akan lahir generasi yang diharapkan umat. Dan modal akidah ini sangat penting sebagai self control dalam mengarungi kehidupan di dunia bahkan akhirat. Sehingga memiliki arah pandang hidup yang jelas bahwa dunia tempat persinggahan dan sementara, akhirat yang kekal dan abadi.

Kontrol ibu sebagai pendidik pertama dan utama di keluarga sangat penting, maka Islam mendorong para lelaki untuk menikahi wanita yang memiliki agama yang baik. Membersamai anak-anak sebagai ibadah. Islam mensyariatkan bahwa suami dan istri memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Istri dan ibu mengurus rumah dan anak, sementra suami dan ayah bekerja mencari nafkah. Semua dilakukan berdasar keimanan dan mengharap ridho Allah Swt dalam rangka ibadah. Keharmonisan yang akan diraih jika Islam digunakan sebagai way of life dalam lingkup kecil kehidupan keluarga.

Jadi orang tua mengontrol dengan baik dalam bergaul ketika berinteraksi di tengah-tengah masyarakat. Mengarahkan tontonan mana yang boleh bagi perkembangan anak, baik keimanan, fisik dan psikis. Semua berjalan di atas rel keimanan dan takwa, karena ini yang menjadi self kontrol di manapun berada, walau anak-anak tidak sedang bersama orang tua mereka.

Masyarakat dan sekolah memiliki peran yang sangat penting, bersinergi dengan keluarga dalam mewujudkan generasi takwa. Kontrol dari sekolah dan masyarakat ketika ada penyimpangan terjadi dan mengkomunikasikannya dengan pihak keluarga. Negara pun memiliki peran yang sangat penting, dalam mengurus rakyatnya sesuai dengan Islam, memenuhi kebutuhan rakyatnya, menjamin kesejahteraan, memfasilitasi pendidikan yang cemerlang berlandaskan akidah Islam, memfilter tontonan atau virus yang akan merusak umat.

Sang ibu membersamai anak, bahwa anak akan meniru apa saja yang ada di sekitarnya. Pada usia di bawah 7 tahun dalam Islam dikenal istilah ‘tamyiz’ belum baligh baru  bisa membedakan benda satu dan yang lain. Di fase ini sang ibu mendidik dan membekali sang anak agar ketika sampai pada fase baligh harus siap dengan segala konsekwensinya.

Adapun ciri baligh di dalam Islam, bagi anak laki-laki sudah ihtilam (mimpi jimak) dan bagi anak perempuan sudah haidh, atau bagi keduanya sempurna usia 15 tahun. Istilah dalam Islam disebut mukallaf artinya sudah kena taklif (beban) hukum, dia akan menanggung dosa atas perbuatan yang dilakukannya yang menyimpang dari aturan Allah Swt. Seperti yang tertuang dalam hadits berikut ini.

“Tidaklah seseorang berbuat dosa kecuali menjadi tanggung jawabnya sendiri, tidaklah orang tua berbuat dosa menjadi tanggung-jawab anaknya dan tidak pula anak berbuat dosa menjadi tanggung jawab orang tuanya.”  (HR. Tirmidzi No. 2159 dan Ibnu Majah No. 2669 dan yang lainnya. Dishahihkan oleh al-Albani)

Penjelasan sanksi di dalam Islam, terkait pembunuhan dibagi menjadi empat: disengaja, seperti di sengaja, tidak sengaja, dan terjadi tidak dengan kesengajaan. (Sistem Sanksi Dalam Islam, Abdurrahman Al Maliki dan Ahmad Ad Da’ur).

Maka nanti dilihat faktanya secara detil dan rinci kemudian mujtahid dan qodhi (hakim) di dalam Islam yang menentukan perbuatan tersebut masuk kategori yang mana. Sistem sanksi di dalam Islam memiliki dua fungsi, pencegah dan penebus dosa. Jika manusia faham bagaimana sanksi di dalam Islam, akan lebih hati-hati melakukan kejahatan. Karena sanksi di dalam Islam memiliki efek jera  ditambah suasana yang dibentuk adalah keimanan dan ketakwaan.

Tidak seperti kapitalisme hampir semua kejahatan atau pelanggaran hukumannya penjara. Kondisi yang ada lebih mendorong manusia berbuat kejahatan, kesulitan ekonomi membuat orang nekat mencuri dan membegal. Terpapar pornografi membuat manusia terjebak di dalamnya, free sex, aborsi dan yang saling berkaitan sulit dihentikan.

Kebijakan pemerintah belum pro rakyat membuat rakyat bingung dan putus asa yang mengakibatkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti kurang memfilter tontonan dalam mengurus rakyat sehingga terjadi kasus pembunuhan remaja kepada anak kecil, diduga penyebabnya menonton film horor dan sadis. Masih berharap pada demokrasi? Tidakkah rindu aturan Islam segera diterapkan sebagai Rahmat bagi seluruh alam, karena tidak mungkin aturan dari Sang Pencipta memberi keburukan bagi yang diciptakannya.

Loading...

Baca Juga