FOKUSBERITA.ID – Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto menyebut publik berhak untuk mengetahui mengapa Pertamina rugi 11,13 triliun pada semester pertama tahun 2020. Secara detail, Perusahaan BUMN ini harus menjelaskan sektor bisnis mana letak kerugian utama.
Desakan ini disampaikan Mulyanto saat Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan Dirut Pertamina Nicke Widyawati, Senin (31/8/2020). Ia menjelaskan, dalam menjalankan bisnisnya Pertamina tidak memisahkan bidang kerja antara sektor hulu dan sektor hilir. Artinya, pendapatan dan pengeluaran Pertamina akan selalu terkonsolidasi dengan kondisi keuangan anak usahanya di sektor hulu. Padahal kondisi keuangan perusahaan di sektor hulu ini yang diduga bermasalah dan hasilnya Pertamina rugi puluhan triliun.
“PKS mendesak Pertamina untuk dapat menjelaskan kepada publik. Pada bagian mana pada proses bisnisnya yang mengalami kerugian utama. Apakah pada bisnis bagian hulu, bagian pengolahan atau pada bagian hilir atau retail-nya?” kata Mulyanto.
Lanjutnya, saat BBM dunia anjlok di bawah USD 20/barel, harga BBM kita di sektor hilir tidak ikut turun.
“Padahal sesuai aturan, meskinya harga BBM kita mengikuti harga global,” cecarnya.
Mulyanto menambahkan, selisih harga ini semestinya melipatgandakan keuntungan Pertamina. Apalagi dalam kesempatan sebelumnya disebutkan bahwa salah satu strategi Pertamina saat krisis minyak adalah mengimpor secara massif minyak mentah untuk memenuhi tangki-tangki Pertamina. Bahkan saat itu akan dilakukan pula peminjaman tangki-tangki cadangan untuk menampung minyak impor, mumpung harganya sedang anjlok. Tapi nyatanya Pertamina tetap rugi.
Untuk itu Anggota Komisi VII dari Fraksi PKS ini meminta BPK mengaudit secara khusus keuangan Pertamina terkait persoalan ini.
“Kita perlu audit khusus segera. Agar dapat dipetik pelajaran berharga dari kasus ini. Kita ingin tahu kondisi Pertamina yang sebenarnya. Termasuk kebenaran pernyataan komut Pertamina yang mengaku tidak diberitahu Direksi soal kerugian tersebut,” ujar Mulyanto. (OSY)