oleh

Pandemi Belum Usai Sekolah Dimulai? Opini Ratna Mustika Pertiwi

Pandemi Belum Usai Sekolah Dimulai?

Oleh : Ratna Mustika Pertiwi, S.Pt (Pegiat Literasi)

Sudah menjadi pembicaraan umum bahwa pemerintah akan mengakhiri PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar ) dan menggantinya dengan kebijakan “New Normal” disertai skema yang sudah diumumkan ke tengah-tengah masyarakat.  Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letnan Jenderal TNI Doni Monardo di Graha BNPB menyampaikan terdapat 102 Kabupaten/Kota yang sudah mengantongi ijin pemberlakuan New Normal, yang tersebar dari Provinsi Aceh hingga Papua (cbcnindonesia.com).

Dengan diterapkannya New Normal sektor-sektor industri, pariwisata dan juga sekolah akan dibuka. Tentunya hal ini mengundang berbagai respon dari masyarakat karena jumlah orang yang terpapar virus corona di Indonesia belum kunjung melandai tetapi terus mengalami peningkatan setiap harinya. Catat saja per 1 Juni 2020 total orang yang terpapar virus corona mencapai 26.940 orang dengan penambahan 467 orang dalam sehari.

Wajar saja apabila masyarakat banyak yang kontra dengan kebijakan pemerintah ini terutama dengan rencana pembukaan sekolah di bulan Juni. Para orang tua merasa sangat khawatir anak mereka terinfeksi dan saling menularkan satu sama lain karena dengan dibukanya sekolah berarti kegiatan berkumpul bersama tidak dapat dihindari. IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) juga menentang keras hal ini, mereka tidak sepakat apabila sekolah dibuka dalam waktu dekat karena dapat menambah kluster baru penyebaran virus corona (detik.com).

Sampai hari ini datapun menunjukkan dari 21 provinsi, anak-anak yang menjadi ODP berjumlah 6.744 orang, PDP 991 orang dan yang positif 26 orang, sementara sembuh hanya 9 orang dan meninggal mencapai 6 orang (cnbcindonesia). Dari data ini berarti dapat disimpulkan bahwa anak-anak sangat rentan terinfeksi virus corona apalagi jika sekolah dibuka dalam waktu dekat, dapat menyebabkan lonjakan kasus semakin tinggi.

Berkaca dari peristiwa di Korea Selatan, salah satu negara yang sangat bagus manajemen pelayanan kesehatannya dan berhasil menekan angka infeksi, tidak heran Korsel sudah menerapkan New Normal terlebih dahulu dan mulai membuka lebih dari 250 sekolah. Tetapi hari ini Korsel menutup kembali sekolah-sekolah serta tempat-tempat umum tersebut disebabkan lonjakan kasus infeksi corona begitu signifikan. Hanya dalam waktu 3 hari menerapkan kebijakan tersebut, diketahui Kamis (28/05/2020) terjadi penambahan 79 kasus dan esoknya 59 kasus. Lonjakan kasus infeksi ini adalah yang terbesar setelah 50 hari tidak ada penambahan kasus infeksi di Korea Selatan (mataram.tribunnews.com).

Kebijakan yang Tidak Bijak

Dari premis-premis diatas dapat dilihat betapa sembrononya penguasa menerapkan New Normal dalam kondisi seperti ini. Dengan dibukanya sekolah dan tempat umum, berarti akan menambah masalah baru karena akan semakin banyak kasus infeksi terutama dari kalangan anak-anak dan remaja sekalipun telah menerapkan protokol kesehatan yang ketat semisal cek suhu, cuci tangan dan memakai masker. Selaras dengan hal tersebut tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan akan ambruk karena jumlah korban terinfeksi yang overload melebihi kapasitas yang tersedia.

Sejak awal pandemi ini berlangsung pemerintah juga terkesan abai kepada masyarakat. Disaat negara lain sudah menerapkan lockdown, negara ini terkesan santai dan meremehkan pandemi ini sampai akhirnya kurva peningkatan kasus bergerak begitu cepat. Himbauan untuk PSBB dan segala regulasinya yang menyebabkan masyarakat harus tetap di rumah dan berjaga jarak, tidak diimbangi dengan pelayanan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat yang memadai. Begitu pula ketika mendengar kebijakan New Normal dengan dalih menggerakkan roda perekonomian, sudah sangat jelas bahwa arah kebijakan sangat pro kepada para konglomerat bukan kepada rakyat.

Seharusnya Negara Bersikap

Dalam islam, negara adalah sebuah lembaga tertinggi yang bertugas untuk “riayah suunil ummah” atau “mengurusi urusan ummat/ masyarakat”, termasuk dalam kasus pandemi virus corona ini negara berkewajiban untuk melindungi keberadaan anak-anak dan remaja sebagai generasi penerus peradaban.  Tidak dapat dibayangkan apabila anak-anak banyak yang terinfeksi virus sehingga menyebabkan depopulasi generasi muda di negeri ini.

Perlu diketahui pula, negara memiliki 2 peran vital yakni sebagai ro’yun dan junnah, sebagai pelayan ummat dan juga perisai atau pelindung ummat. Tidak seharusnya negara lebih mengutamakan para korporasi kapitalis daripada keselamatan rakyatnya, karena sejatinya perbaikan ekonomi akan bisa tercapai apabila masyarakatnya selamat. Tetapi sebaliknya, bila masyarakatnya banyak yang sakit bahkan meninggal, sudah dipastikan sistem ekonomi akan runtuh karena tidak ada yang menggerakkan.

Tetapi hanya menjadi pepesan kosong apabila berharap kepada penguasa system kapitalisme sekuler hari ini. Mereka tidak akan mampu mengurusi urusan ummat, contoh kecil saja bidang kesehatan ini. Kesehatan adalah bidang vital yang memerlukan pondasi ekonomi negara yang kuat, karena sejatinya masyarakat tidak akan pernah mampu membayar untuk kesehatan mereka sendiri. Walhasil negara harus menggunakan potensi sumber daya alamnya untuk mengurusi urusan masyarakat, bukan menjualnya kepada asing, asong dan aseng seperti sekarang.

Lihat saja bagaimana getolnya penguasa mengerjakan proyek pemindahan ibukota yang bernilai fantastis ditengah pandemi virus corona padahal seharusnya pembiayaan proyek tersebut dapat dialihkan untuk meningkatkan fasilitas rumah sakit atau mengurusi hajat hidup masyarakat selama lockdown. Bahkan ada fakta yang membuat hati meringis, yakni indikasi pemborosan APBN untuk pembangunan RS darurat corona ala Wuhan di Pulau Galang Kepulauan Riau yang membuat masyarakat geleng-geleng kepala karena jauh dari episentrum virus.

Bijaksananya Pengaturan Sistem Islam

Sebagai seorang muslim, sudah selayaknya kita menjadikan islam sebagai landasan seluruh pengaturan kehidupan. Sebab, islam memiliki tatanan pengaturan yang lengkap dan sesuai fitrah manusia yang berasal dari Sang Pencipta sekaligus Pengatur Kehidupan. Bahkan didalam urusan mengatasi wabah, Rasulullahpun sudah menjelaskan jika berada di daerah yang terkena wabah maka jangan keluar dan bila ada didaerah yang lain maka jangan masuk ke daerah yang terpapar. Berarti kesimpulannya negara wajib melaksanakan karantina wilayah atau lockdown.

Dalam pengaturan sistem islam konsekuensi dari lockdown, negara wajib hukumnya memenuhi kebutuhan hidup masyarakat selama kebijakan tersebut berlangsung. Selain itu, negara akan membangun sarana dan prasarana kesehatan mulai dari rumah sakit dengan fasilitas yang mumpuni hingga sarana sanisasi yang baik dan tersebar diberbagai wilayah. Fasilitas tersebut akan diberikan kepada masyarakat secara gratis karena telah dibiayai oleh negara dari periayahan potensi SDA. Jika bidang kesehatan diriayah negara dengan baik, deteksi dini persebaran virus akan dapat dilakukan dengan baik, masyarakat yang terpapar akan jelas siapa saja sehingga akan dilakukan penanganan yang tepat.

Ditambah lagi, islam senantiasa memacu generasi-generasinya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Termasuk mengembangkan vaksin untuk mengatasi virus, dan penelitian ini tentu bukan asas komersialisasi tetapi untuk kemaslahatan ummat. Hal ini tidak akan sulit bagi sistem islam, karena bidang pendidikan dan penelitian adalah bidang vital yang akan sangat diperhatikan oleh negara untuk masyarakat, tentunya juga diberikan secara cuma-cuma.

Beginilah gambaran pengaturan sistem islam yang tidak akan pernah mungkin bisa dilaksanakan oleh sistem kapitalisme sekuler. Sistem islam akan mengurusi urusan masyarakat dengan dorongan akidah islam, sementara kapitalisme sekuler hanya menjadi sistem pedagang yang berpihak kepada konglomerat semata bukan kemaslahatan ummat.

Wallahualam bishawab.

Loading...

Baca Juga