oleh

Pemerintah Jangan Menutupi Kebohongan Dengan Membuat Kebohongan Baru

Oleh : Apriyawan

Politik Pemerintah tak cair sebagaimana mestinya yang kita harapkan karena alasan “situasional” dari kepentingan politicion yang membuatnya membeku. Tentu kita bisa membacanya, kepentingan apa sehingga politik kita hari ini tak cair, penuh dengan dendam. Sehingga melahirkan kebencian yang berujung pada kebohongan publik demi kepentingan sesaat. Dan kepentingan itu melahirkan kebohongan yang berimpact pada warga negara bukan saja pada negara.

Kita tidak ingin kebohongan ini terus berlanjut terus dipublikasikan seolah-seolah kebohongan itu benar dan didalilkan kebenarannya oleh akademisi bayaran. Jangan sampai sejarah mencatat bahwa kapasitas otak politisi saat ini ‘berotak reptil’ yang tak cukup kuat untuk mewakili pikiran warga negara.

Kalau warga negaranya saja dijadikan umpan untuk memancing datangnya ikan, lalu setelah itu negara dijadikan apa? Apakah dijadikan tumbal untuk menumbuhsuburkan feodalistik demi menutupi kebohongan yang selama ini telah terbaca sebagai pengingkaran pemimpin terhadap rakyatnya?

Bukankah publik hari ini tak dapat mengungkap kebohongan negara karena dihalangi kekuatan politik yang oligarkis? Karena itu negara dijadikan tumbal dan kita sulit “mengucapkannya” karena dihalangi dengan tuduhan telah melakukan “ujaran kebencian”. Di situ problemnya yang membuat negara akhirnya menjadi negara totaliter.

Problem semacam ini sangat mengkhawatirkan karena itu masyarakat mesti tahu dan perlu diaktifkan akal sehatnya bahwa politik yang tumbuh dari bibit yang busuk akan meracuni pikiran politisi untuk melakukan kebohongan setiapkali warga negara melakukan kritik terhadap semua kebijakan yang telah ditetapkan.

Karena dasar dari ‘kebohongan’ itu bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan. Bilamana dibiarkan maka kekuasaan serta kebohongan itu akan terus berlanjut. Terus menebarkan kebohongan tak peduli yang dibohonginya itu adalah sumber dari kekuasaannya itu sendiri, yakni rakyat. Rakyat biasa dibohongi, dia tak akan marah, tapi awas karena kebohongan akan meruntuhkan kepercayaan mereka dalam memilih.

Sebab dapat dilihat bahwa pemerintah saat ini lebih takut kehilangan kekuasan ketimbang kepercayaan rakyat. Padahal kepercayaan rakyat itulah yang menentukan nasib kekuasaan itu bertahan atau tidaknya, tapi pemerintah malah memilih sebaliknya. Ajaib! Artinya pemerintah telah membunuh diri sendiri dengan melakukan kebohongan.

Seperti kebohongan pemerintah misalnya dalam merealisasikan janji politiknya, bahwa pemerintah tak akan lagi berhutang, bahkan dengan tegas mengatakan, akan menolak segala bentuk hutang dengan negara lain dengan alasan negara ingin mandiri, ingin membangun infrastruktur dengan dana sendiri. Pun tidak akan menaikan harga BBM, berhenti melakukan impor ini-itu, dan seterusnya.

Tapi “janji” itu tidak “terealisasikan” sampai sekarang, bahkan terjadi sebaliknya. Dan ini adalah kebohongan yang tak dapat disembunyikan dibalik meja kekuasaan. Apalagi persoalan ekonomi kita yang luar biasa sekali merosotnya dan dolar meroket tak terkira hingga menembus 15.193. Jika ditanya persoalan ini kita akan dibully oleh mereka yang memiliki kepentingan dan yang tidak memiliki ilmu pengetahuan, dan negara juga akan berdalih membela diri, seoah-oleh persoalan ini dianggap sebagai persoalan biasa. Padahal impactnya terhadap warga negara luar biasa mengerikan.

Kalau kita baca sikap negara hari ini misalnya, itu sedang mengkhawatirkan arah sikapnya karena ‘kebohongannya sendiri’ dijadikan alat untuk menghantam pengkritiknya. Bahkan sangat bisa dikatakan otoriterisme jelas diterapkan pelan-pelan oleh pemerintah dengan bukti pancasila dikultuskan ketimbang dimanusiakan. Pancasila dijadikan alat untuk menutup ‘kritik’ ketimbang pembuka ‘dialog’.

Dikatakan pengkritik melakukan ujaran kebencian terhadap pemerintah yang sah. Padahal kritik adalah menguraikan persoalan bukan melakukan ujaran kebencian. Dan menurut saya pemerintah selalu mencari kambing hitam dibalik kegagalannya ketimbang mencari solusi untuk kapal yang dinahkodainya. Malah warga negara yang disuruh berkaca dibalik kegagalan yang ada.
Mirip Bajak Laut. Serem…!

Oleh sebab itu, kesimpulan saya sederhana bahwa kebohongan semacam ini tidak bisa diungkap dengan ‘kepentingan’ tetapi hanya bisa diungkap dengan ‘kesadaran pikiraan’. Kita kesampingkan dulu kepentingan yang ada, yang terpenting adalah bagaimana kesadaran kita negara ini tidak jatuh ke tangan orang-orang yang tak pandai mengemudinya. Karena negara ini sedang digerogoti dari arah depan dan belakang oleh pihak-pihak yang ingin menjadikan negara ini, negara yang suram masa depannya.

Seperti ada tangan yang ikut campur mengatur problematika negara ini. Bukan sekedar spekulasi yang telah terbaca dipublik namun telah dirasakan juga akibatnya. Maka itu timbulah istilah yang namanya boneka. Boneka yang hidup. Boneka yang fakta. Boneka yang lucu tapi membuat “Negeri” menjadi “Ngeri”. Walau pun cuma boneka, jangan dianggap remeh! Karena boneka itu hidup, boneka yang pandai berbohong jelasnya!

Memang kebohongan membuat seseorang menjadi marah, dan kejujuran membuat seseorang selalu tersenyum. Tapi pemerintah selalu membuat rakyat marah ketimbang mereka tersenyum. Lantas ada yang berkata kepada saya, mereka membela pemerintah setelah selesai membaca tulisan ini:

“Sebaiknya anda berkaca diri dulu, lihat anda sendiri sebelum mengkritik pemerintah!”

Kemudian saya jawab singkat:

“Lho, pemerintah kalau dikritik itu urusan publik, kesalahan saya adalah urusan privat. Jadi menggabungkan itu mengacaukan fungsi kritik dalam masyarakat yang demokratis. Apa urusannya?”

Karena fakta yang sedang terjadi dilapangan mendekati lampu merah. Fakta tidak akan mungkin tertutup selamnya oleh kebohongan. Adakalanya ia terbuka dengan sendirinya tanpa ada yang membukanya, pun sebaliknya. Karena sehebat-hebanya tupai melompat akan jatuh juga. Sehebat-hebatnya kita menyimpan bangkai, pun akan tercium.

Jadi berhentilah melakukan kebohongan dengan membuat kebohongan baru, karena kebohongan adalah awal dari kehancuran suatu kekuasaan, awal dari runtuhnya sebuah kepercayaan yang sangat mahal harganya, yakni kepercayaan rakyat. Oleh karenanya jangan jadi “boneka negara” tapi jadilah “ksatria negara”.

Loading...

Baca Juga