oleh

Telegram Kapolri, Sinyal Negara Akan Semakin Otoriter?

Telegram Kapolri, Sinyal Negara Akan Semakin Otoriter?

Ditulis oleh: Ahmad Khozinudin, S.H., Advokat, Sastrawan Politik.

Era Negara Hukum (Rechtstaat) telah bergeser menjadi Negara Kekuasaan (Matchstaat) ditandai dengan terbitnya Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan UU Ormas (UU 17/2013). Dalam Perppu tersebut, Negara telah mengambil alih secara paksa hak konstitusional warga negara untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat secara sewenang-wenang.

Bukan hanya itu, dalam merampas hak konstitusional ini, Negara telah melabrak asas-asas hukum yang paling mendasar seperti asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), asas persamaan kedudukan dimuka hukum (equality before the law), asas proses hukum yang adil, transparan dan memberikan jaminan kepastian hukum (Due Procces of Law). Ya, berdalih narasi menjaga landas dan UUD 45, berdalih narasi adanya gerakan ormas yang ingin menganti Pancasila dan UUD 45, pemerintah menerbitkan Perppu yang mengambil seluruh kewenangan legislatif dan yudikatif, dalam kendali Eksekutif.

Bermodal Perppu dimaksud, pemerintah mencabut BHP HTI secara sepihak, tanpa pemanggilan, mediasi, pemberian surat peringatan (SP 1, 2 dan 3) dan bahkan tanpa putusan pengadilan, cukup dengan tindakan sepihak dari Kemenkumham dan mengumumkan pembubaran. Padahal, menurut UU No 17/2013 tentang Ormas, pencabutan BHP ormas hanya dapat dilakukan oleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Itu artinya, eksekutif merampas kewenangan legislatif yang memiliki kewenangan membuat UU. Eksekutif juga merampas kewenangan yudikatif (lembaga peradilan) karena mengambil kewenangan pencabutan BHP tanpa putusan pengadilan.

Pagi ini (Kamis, 24/12) di sosial media beredar viral diberbagai GWA Surat Telegram Kapolri bernomor: STR/695/XII/PP.3.1.6/2020 tanggal 23 Desember 2020, yang dikirimkan kepada Kapolda se Indonesia Up. Dir Intelkam. Hingga tulisan ini dibuat, belum ada klarifikasi resmi dari Polri tentang kebenarannya.

Dalam diktum kesatu disebutkan Presiden telah menandatangani Perppu mengenai Pembubaran Ormas. Dalam diktum kedua, disebutkan ada 6 (enam) Ormas yang dibubarkan yaitu : HTI, ANNAS, JAT, MMI, FUI dan FPI.

Entahlah, Perppu yang konon telah ditandatangani Presiden ini bentuk dan bunyinya seperti apa. Yang jelas, secara formil dan materil Telegram Kapolri ini perlu diberikan catatan kritis sebagai berikut :

Pertama, jika benar ini Telegram Kapolri perlu diperhatikan sifat klasifikasi surat yang disebut rahasia, tetapi dapat bocor dan menjadi konsumsi publik. Berdasarkan peruntukan, Surat Telegram ini semestinya ditujukan dan hanya untuk dibaca oleh pihak yang berkepentingan yakni Kapolda se Indonesia Up. Dir Intelkam.

Hal ini menunjukkan betapa lemahnya institusi kepolisian menjaga informasi rahasia, bahkan yang beredar diinternal mereka. Sementara, Negara tak boleh bertindak gegabah terhadap berbagai informasi yang dapat memicu sensitivitas publik, termasuk terkait beredarnya Surat Telegram ini.

Kedua, boleh jadi ada pembiaran pembocoran baik surat ini kelak diakui sebagai produk resmi Kapolri atau kemudian diklarifikasi bukan produk Kapolri. Tujuannya, ingin mengalienasi (mengucilkan) Ormas yang masuk dalam daftar Surat Telegram dengan masyarakat.

Tindakan ini dapat diduga memiliki tujuan agar masyarakat menjauhi Ormas dimaksud, dengan dalih telah dibubarkan karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Keadaan ini, tentu saja berpotensi menimbulkan pembelahan ditengah masyarakat.

Ketiga, tindakan ini bisa juga dapat dilakukan sebagai alat untuk menguji publik (testing the water), tentang tingkat dukungan dan pembelaan terhadap ormas yang disebutkan. Jika dukungan kepada pemerintah menguat, rencana dilanjutkan. Jika dukungan justru berpihak kepada Ormas, kebijakan penguasa akan direncanakan ulang untuk penyesuaian.

Keempat, substansi Surat Telegram yang menyebut ada Perppu pembubaran Ormas yang didalamnya memuat HTI dan FPI juga sangat menggelikan. Bukankah HTI sudah dicabut BHP nya oleh pemerintah? Bukankah SKT FPI telah kadaluarsa dan tidak diperpanjang pemerintah? Lantas, itu Perppu pembubaran apa?

Jika hal ini benar adanya, maka sesungguhnya hal itu menjatuhkan Marwah Pemerintah. Seolah, tak memiliki keputusan yang kongkrit, ambigu dan tidak percaya diri.

Terlepas benar tidaknya telegram dimaksud, terlepas benar tidaknya substansi Perppu yang disebutkan, yang jelas beredarnya surat telegram ini menjadi pertanda Negara akan semakin otoriter. Negara telah mengambil alih dan melakukan monopoli hukum atas dalih menjaga ideologi negara. Dengan menyebarkan tudingan kepada anak bangsa yang tidak sejalan sebagai anti Pancasila dan anti UUD 1945.

Loading...

Baca Juga