oleh

500 TKA Bakal ke Sultra, Distraksi Investor? Opini Kiki Zaskia

500 TKA bakal ke Sultra, Distraksi Investor? Oleh: Kiki Zaskia, Pemerhati Sosial.

Ditengah wabah corona dan juga imbasnya dipelbagai aspek terkhusus sektor ekonomi formal maupun informal dengan karyawan yang dirumahkan hingga PHK massal sayangnya pelbagai anomali diperlihatkan oleh pemerintah mulai dari soal etimologis yaitu ikhtilaf antara arti mudik dan pulang kampung hingga polemik perizinan 500 TKA asal Cina ke Sultra yang sebelumnya 49 TKA asal Cina juga berhasil memasuki wilayah sultra sebelum lahir aturan PSBB.

Silang sengkarut pemerintah pusat dan daerah kembali diperlihatkan. Pemerintah pusat dalam hal ini Kemenakertrans menyetujui pengajuan persetujuan RPTKA jangka pendek dari manajemen PT. Virtue Dragon Nickel Industry dan PT. Obsidian Stainless Stell dalam surat Kemenakertrans No. B-3/ 10204/ PK.04/IV/2020. Dirjen Binapenta dan PKK Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Aris Wahyudi mengatakan, “Izin kita berikan karena sekaligus mempertimbangkan jangan sampai (menghindari) terjadi PHK atau terdampak bagi tenaga kerja lokal, yang konon bisa mencapai 11.000 hingga 15.000 pekerja di sana (Konawe, Sultra)”. (Dikutip Kompas.com, 03/05/2020)

Meskipun begitu, perizinan masuknya TKA asal Cina tentunya banyak menuai penolakan termasuk oleh Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi . “ 49 TKA yang lalu saja kita sudah babak belur. Suasana kebatinan masyarakat menghadapi corona, tidak tepat dengan memasukkan TKA asal Cina” jelas dia. (Dikutip Kompas.com, 03/05/2020). Selain Gubernur Sultra, Wali Kota Kendari Sulkarnain Kadir juga menegaskan bahwa “ Dengan kewenangan saya, saya menutup wilayah saya. Gerbang kita tutup dengan tegas, tidak ada masuk TKA. Silakan kalau mereka mau masuk wilayah lain, yang pentingkan tanggung jawab saya menjaga masyarakat kota Kendari”. (Dilansir Kompas.com, 03/05/2020). Hingga Ketua DPRD Sultra yang melayangkan surat resmi ke Presiden Jokowi penolakan masuknya 500 TKA Cina di Sultra. Surat dengan nomor 160/371 perihal penyampaian penolakan kedatangan TKA di Sultra tertanggal 30 April 2020 sebagai bentuk keseriusan menolak masuknya 500 TKA. (Dikutip Kompas.com, 03/05/2020). Serta masih banyak lagi kalangan lain dengan penolakan senada.

Adopsi ekonomi Kapitalisme-Liberal: Pemerintah Inferior

Ini bukan soal rasisme namun ini soal konsistensi aturan demi keselamatan jiwa rakyat dimasa pandemi. Regulasi dengan aturan PSBB akan sia-sia jika mobilitas masih dapat dinegosiasi oleh kalangan tertentu. Prioritas pemerintah (baca: Kemenakertrans) yang juga turut dalam menangani wabah seharusnya tak boleh terdistraksi oleh investor dimasa pandemi. Pun juga setelah pandemi, yaitu masa recovery dari krisis ekonomi menjadi pertimbangan untuk tidak impor tenaga kerja.

Disisi lain, dalih berkesan dilematis dengan pertimbangan menghindari PHK bagi tenaga kerja lokal karena perusahaan terancam tak dapat beroperasi dengan baik jika 500 TKA tersebut tak diluluskan kedatangannya sangat menggambarkan inferioritas SDM negeri sendiri. Padahal, SDA yang dikeruk oleh investor asing pun juga aseng sudah sangat menjerat negeri ini untuk tidak mandiri dalam mengelola tambang. Alhasil, kini dimasa mencekam pandemi menjaga ketenangan jiwa dan keselamatan rakyat jauh panggang dari api. Inilah buah dari pengadopsian sistem ekonomi Kapitalisme-Liberal. Kaum borjuis lokal, asing maupun aseng yang superior telah memarginalkan kepentingan hajat hidup orang banyak bahkan ditengah wabah. Pasar bebas yang menjadi ratu dalam atmosfer kapitalisme mendesain menciutkan nyali pemerintah untuk melayani rakyatnya secara utuh dibandingkan dengan investor.

Mitigasi dengan ekonomi Islam

Rasulullah SAW bersabda : “Manusia berserikat (punya andil) dalam 3 perkara, yaitu: air, padang gembalaan, dan api.” (HR. Abu Dawud).

Dari hadist di atas ada kalimat tambahan sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dari Ibnu Abbas, yang berbunyi: “ Dan harganya adalah haram.” (HR. Imam Ibnu Majah).

Mitigasi yang jauh lebih kukuh dalam ekonomi adalah mitigasi pengaturan ekonomi yang shahih. Dalam Islam barang tambang besar bukan kepemilikan swasta melainkan kepemilikan umum. Adapun barang tambang yang besar yaitu tambang tidak terbatas jumlahnya, yang tidak mungkin dihabiskan.

Dalilnya berasal dari Imam At- Tirmidzi, yang meriwayatkan Hadist dari Abyadh bin Hamal:
“Sesungguhnya ia pernah meminta kepada Rasulullah untuk mengelola tambang garamnya. Lalu beliau memberikannya. Setelah ia pergi, ada seseorang dari majlis tersebut bertanya,’’Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mau’ul-‘iddu)”, kemudian Rasul bersabda: ‘’Tariklah tambang tersebut darinya,” (HR. At-Tirmidzi)

Ma’ul-iddu adalah air yang tidak terbatas jumlahnya. Hadist ini menjelaskan bahwa Rasul memberikan tambang garam kepada Abyadh bin Hamal. Ini menunjukkan bahwa individu itu boleh memiliki tambang. Namun, ketika Rasul SAW mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang mengalir (besar), maka beliau mencabut kembali pemberiannya, sekaligus melarang bagi individu untuk memilikinya, karena tambang tersebut merupakan milik umum.

Oleh karena itu, tambang-tambang yang besar seperti: emas, perak, tembaga, timah, nikel, besi minyak bumi dan sebagainya. Diatur oleh Sistem Ekonomi Islam agar menjadi milik umum. Pengelolaannya diserahkan pada negara dan hasilnya harus didistribusikan kepada rakyat.

Dalam sistem Islam kemandirian dalam mengelola tambang besar adalah sebuah kewajiban bukan pilihan. Maka akan mengangkat wibawa negeri, menjadi negeri yang benar-benar berdaulat atas karunia yang ada didaerahnya sendiri. Representasi itu tidak mungkin akan diwujudkan oleh ekonomi Kapitalisme-Liberal. Namun, semua itu hanya akan diwujudkan oleh Khilafah yang merupakan ajaran Islam yang mulia. Wallahu a’lam bisshawab

Loading...

Baca Juga