oleh

Dedi Sofhan “Anak Muda Bukan Perusak Demokrasi Tapi Regenerasi” Jadi Jangan Provokasi Anak Muda

DEDI SOFHAN “ANAK MUDA BUKAN PERUSAK DEMOKRASI TAPI REGENERASI” JADI JANGAN PROVOKASI ANAK MUDA.

Oleh : Dedi Sofhan (Mahasiswa S2 Magister Hukum Trisakti)

Akhir akhir ini setelah keluarnya putusan MK dan MKMK, santer sekali ditelinga kita mengenai isu KKN dan main mata, yang di tujukan pada pemerintahan Bapak Jokowi Widodo akibat ditunjuknya Mas Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Wakil Presiden mendampingi Calon Presiden Bapak Prabowo Subianto.

Sebagai mahasiswa strata 2 magister hukum, hal ini membuat saya tergelitik dan bingung dengan adanya statement dari salah satu calon presiden yang mengatakan bahwa mendasarkan kepada putusan MKMK maka demokrasi sedang dihancurkan.
“Saya bicara sebagai bagian dari warga dan rakyat yang ikut gelisah melihat demokrasi dan keadilan yang sedang mau dihancurkan”, demikian ucap salah satu capres yang saya kutip.

Bagi saya, statement ini memperlihatkan nuansa kebathinan yang mensiratkan kekhawatiran dan ketakutan terhadap seorang calon yang sering disebut sebagai anak kecil dan anak ingusan yang tidak tahu apa apa.

Ucapan seorang calon presiden yang telah pernah menjabat sebagai gubernur 2 (dua) periode dan telah mengeluarkan banyak perda ini, menurut saya sama halnya dengan menunjukkan kedangkalannya dalam analogi berfikirnya, karena sudah jelas putusan Mahkamah Konsititusi yang dia permasalahkan tersebut pada fakta hukumnya tidak dapat dipermasalahkan lagi.

Oleh karenanya, jika siap menjadi seorang capres ya jangan baperan pak, tenang saja pak….tenang saja….suara kemenangan ada ditangan rakyat menurut Dedi Sofhan, selaku mahasiswa aktif s2 hukum Trisakti ini.

Melihat sejarah harus secara menyeluruh, syarat pemilihan Presiden kita pernah berubah, undang undang pernah mengatur bahwa terkait syarat minimal Presiden itu tamatan SMA, dan hari ini kita melihat perubahan undang-undang terkait batas usia atau terkait pengalaman pemerintahan. Meskipun syarat-syarat tersebut mengalami perubahan namun maknanya adalah tetap sama yaitu bahwa Demokrasi Tidak Akan Hancur, karena kedaulatan untuk menentukan Presiden dan Wakil Presiden itu berada di gerakan tangan dan hati nurani rakyat.

Silahkan kita punya pandangan masing masing. Namun jika statement dan pandangan tersebut bertujuan agar Mas Gibran tidak bisa mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden maka rasanya ini kurang fair, tanding saja di Pilpres dan rakyat yang akan memilih siapa pemimpinnya. Kemudian apa yang ditakuti? Ujar Dedi Sofhan.

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023, sudah jelas dan terang dan demi hukum langsung berlaku sejak diucapkan. Hal tersebut ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 10 ayat (1) Undang Undang Mahkamah Konstitusi bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang Undang ini mencakup pula kekuasaan hukum mengikat (final and binding).

Dengan mendasarkan kepada alasan mendasar tersebut, seharusnya sang capres yang katanya selalu mengatakan bahwa beliau yang selalu terjun dan terlibat aktif dengan kegiatan generasi milenial, berhenti baper dan bersiaplah bertanding dalam arena ide dan gagasan. Ikhlaslah memberikan ruang dan kesempatan bagi generasi muda untuk terlibat dan berperan dalam pembangunan bangsa ini.

Dedi juga mengatakan kami sebagai generasi muda yang mayoritas pemilih sampai 59% sangat mendukung dan menerima dengan baik atas adanya putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 ini, dengan adanya putusan tersebut sangat membuka ruang kepada khalayak anak muda untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam membangun bangsa ini.

Loading...

Baca Juga