FOKUSBERITA – Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Sandi Jendral (Purn) Djoko Santoso mengaku pindahnya markas Prabowo Sandi dari Jakarta ke Solo sudah dipikirkan secara matang. Spirit gerilya politik di daerah Mataraman adalah faktor utama yang diyakini akan memastikan kemenangan Prabowo Sandi.
Demikian dikatakan Jendral (Purn) Djoko Santoso di markas Direktorat Satgas BPN, Jalan Raya Bambu Apus, Jakarta Timur, Sabtu (23/12/2018). Pindahnya markas pemenangan Prabowo Sandi ini mulai bulan januari 2019 sampai 17 april 2019. Ia akan melakukan gerilya politik di Jawa Tengah dan bermarkas di kota Solo.
Gerilya politik ini penting, mengingat daerah Mataraman, dari daerah purwokerto sampai dengan blitar menjadi perhatian serius dari BPN. Ia juga menjelaskan, kondisi Indonesia saat ini dalam penjajahan modern. Penjajah negeri saat ini wujudnya dalam bentuk lain yaitu kekuatan ekonomi asing yang membelenggu negeri ini.
“Spirit gerilya politik di daerah Mataraman diilhami oleh gerilya perjuangan Jenderal Besar Sudirman dalam mengusir penjajah dimasa itu. Sesungguhnya negeri ini sekarang sudah seperti jaman VOC dulu. Kalau hal ini dibiarin terus menerus tanpa ada perubahan maka taruhannya adalah berubah atau punah,” jelas Djoko Santoso.
Sementara itu ditempat yang sama, Ketua Umum Barisan Muslim Nusantara (BMN) Bagus Hariyanto mendukung pemikiran Djoko Santoso. Ia mengakui apa yang disampaikan oleh Ketua BPN tersebut sangat beralasan.
“Paling tidak ada 2 alasan mendasar kenapa negeri ini akan punah kalau tidak segera disadari oleh rakyat Indonesia. Yang pertama adalah kekayaan bumi Indonesia 90 persen sudah tidak lagi dikuasai oleh pribumi. Yang notabene adalah pemilik sah negeri ini. Yang kedua adalah berkembangnya faham liberal yang sudah masuk ke sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia,” jelas Bagus Hariyanto.
Ketua Umum BMN ini melanjutkan, Jendral (Purn) Djoko Santoso saat ini sedang memainkan politik “Kuda Troya”, artinya langsung bergerilya di kandang lawan. Sebagai orang yang berasal sama dengan sang petahana, daerah Solo menjadi ajang rebutan pengaruh diantara dua tokoh negeri ini.
“Saya rasa Jenderal (Purn) Djoko Santoso lah yang banyak didengar oleh masyarakat Jawa Tengah umumnya dan kota solo pada khususnya. Terbukti ketika ada gerakan “Ganti Presiden” yang dirubah menjadi kegiatan olah raga pun tempo lalu, puluhan ribu orang tetap memadati jalan Slamet Riyadi kota Solo,” tutup Bagus Hariyanto. (NVD)