Haji Dibatalkan, Rakyat Mempertanyakan. Oleh: Arini Gardinia Latifah, Mahasiswi.
Tahun 2020 adalah tahun yang berat bagi semua orang. Tahun ini banyak terjadi bencana dan yang paling parah adalah pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 ini menyebabkan banyak kelumpuhan di bebagai sektor, termasuk sektor agama. Hal ini dibuktikan dengan pembatalan haji 2020.
Ibadah haji di Indonesia sudah menjadi agenda tahunan sejak jaman kemerdekaan, walaupun memang selama itu pula belum pernah terjadi pandemi seperti sekarang. Dibatalkannya Haji 2020 disayangkan oleh berbagai pihak. Mulai dari banyaknya pro dan kontra hingga menaruh curiga tehadap kebijakan Kementrian Agama.
Sebelumnya, kronologi pembatalan haji bermula pada akhir Februari 2020 oleh pihak Arab Saudi yang terlebih dahulu menyetop kedatangan jemaah umrah dari berbagai negara. Keputusan ini diambil untuk mengantisipasi merebaknya pandemi. Kala itu, Menag Fachrul Razi masih berharap bahwa kebijakan menangguhkan sementara visa umrah oleh Arab Saudi terkait penyebaran virus corona tak merembet ke penyelenggaraan ibadah haji tahun ini dan menunggu sikap pemerintah Arab Saudi atas kebijakan haji ke depannya. Awalnya walaupun di tengah ketidakpastian, Kemenag tetap mematangkan persiapan penyelenggaraan haji dan Indonesia sendiri mendapat kuota haji 221.000 orang pada tahun ini.
Awal April 2020, Menteri Haji Arab Saudi Mohammad Benten sempat meminta kepada umat Islam agar menunda sementara melakukan ibadah haji tahun ini. Namun, Kemenag menegaskan masih menunggu pengumuman resmi dari Pemerintah Arab Saudi terkait kelanjutan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2020 di tengah pandemi virus corona. Hingga akhir april belum ada kejelasan dari Arab Saudi sehingga Kemenag pun mengundur batas waktu hingga 20 Mei.
Bulan Mei lalu Presiden Joko Widodo menelepon Raja Arab Saudi untuk meminta kepastian pemberangkatan jemaah haji. Kemenag sempat menyebut pemerintah Arab Saudi mulai melakukan persiapan untuk penyelenggaraan ibadah haji 2020 berupa sudah ada tenda-tenda yang didirikan untuk jemaah haji di Arafah. Namun memang faktanya Arab Saudi belum memberikan keputusan terkait pemberangkatan Haji 2020.
Secara tiba-tiba pada awal Juni Kemenag mengeluarkan PP tentang pembatalan Haji 2020. Hal ini sontak menuai kontra dari berbagai pihak, karena Kemenag seolah-olah membatalkan haji secara sepihak dan terburu-buru.
Wakil Ketua MPY Aceh Tgk Faisal Ali mengatakan bahwa pemerintah Indonesia ini agak terlalu cepat mengambil tindakan dengan meniadakan haji. Begitu pula dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj yang turut mempertanyakan pembatalan pemberangkatan haji 2020 yang mana menurutnya, pemerintah seharusnya sudah memiliki perencanaan dalam pelaksanaan haji dalam situasi terdesak sekalipun.
Disamping itu, Sekretaris F-PPP Achmad Baidowi atau Awiek mempertanyakan jika seandainya pemerintah Saudi tetap menyelenggarakan haji, baik secara penuh atau dengan pembatasan. Apakah Indonesia tetap tidak akan memberangkatkan. Karena sikap sepihak yang dilakukan Kementerian Agama, Komisi VIII DPR RI melihat apa yang dilakukan Kemenag jelas tidak menghargai peran masing-masing institusi negara. Komisi VIII DPR RI, Ace menilai seharusnya Kemenag RI berkoordinasi dengan Arab Saudi terkait pembatalan haji 2020. Dia ingin kebijakan yang diambil tidak jadi masalah di kemudian hari.
Padahal Kemenag sendiri sudah memiliki 3 skema pemberangkatan haji 2020,. Pertama memberangkatkan semua jemaah. Kedua memberangkatkan setengah jemaah, dan ketiga tidak memberangkatkan jemaah sama sekali. Dari 3 pilihan tersebut sebenarnya pilihan kedua masih bisa dilaksanakan sebagai alternatif lain pemerintah untuk mengatasi pembatalan haji 2020. Karena daftar tunggu haji di Indonesia yang sangat lama juga sebagai bentuk tanggungjawab pemerintah terhadap pelayanan kepada masyarakat.
Pun dari peristiwa ini dapat kita simpulkan bahwa sekarang di Indonesia masih perlu banyak koreksi dari masyarakat kepada Pemerintah terkait hal-hal yang menyangkut kepentingan umum. Namun kenyataannya transparansi dan keberpihakan pemerintah kepada rakyatnya. Seolah-olah hilang bersamaan datangnya pandemi Covid-19.