oleh

Keadilan Penuh Ilusi Adanya Dalam Sistem Demokrasi. Opini Ummi Atiyah

Keadilan Penuh Ilusi Adanya Dalam Sistem Demokrasi. Oleh: Ummi Atiyah, Pemerhati Masalah Sosial.

Kekuatan yang kita miliki mungkinlah tidak sebanding dengan ketidakadilan yang ada. Kalimat diatas menggambarkan kebobrokan hukum di negeri kita sekarang ini. Mendambakan keadilan hukum disistem demokrasi sekuler hanyalah ilusi yang mulai pangkal hingga ujungnya bermasalah.

Tuntutan satu tahun terhadap penyerang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, mendapat perhatian publik termasuk Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI). Sumber (liputan6.com).

Dalam pertimbangan surat tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (11/6/2020), jaksa menyebut kedua terdakwa tidak sengaja menyiramkan air keras ke bagian wajah Novel. Menurut jaksa, kedua terdakwa hanya ingin menyiramkan cairan keras ke badan Novel.

“Bahwa dalam fakta persidangan, terdakwa tidak pernah menginginkan melakukan penganiayaan berat. Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman cairan air keras ke Novel Baswedan ke badan. Namun mengenai kepala korban. Akibat perbuatan terdakwa, saksi Novel Baswedan mengakibatkan tidak berfungsi mata kiri sebelah hingga cacat permanen,” ujar jaksa saat membacakan tuntutan. Sumber (detik.com).

Ternyata peradilan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan dinilai irasional dan terkesan sekedar memenangkan kemauan penguasa. Maka wajar publik pun geram. Sebab, bila dibandingkan dengan kasus penyerangan air keras yang telah lalu, tuntutan jaksa atas pelaku sangatlah ringan.

Jika kita telusuri lebih lanjut dari kasus penyerangan air keras yang telah lalu.
Pertama, dari kasus penyerangan air keras Ruslam terhadap isterinya serta mertuanya pada Juni 2018 lalu membuatnya diganjar 10 tahun penjara.

Kedua, kasus penyiraman air keras Rika Sonata terhadap suaminya pada oktober 2018, Ia dituntut jaksa dengan 10 tahun penjara. Namun, majelis Hakim memberikan vonis lebih berat yakni 12 tahun penjara.

Ketiga, penyiraman air keras Heriyanto terhadap isterinya hingga meninggal dunia pada 12 juli 2019. Jaksa menuntutnya dengan pidana 20 tahun penjara. Tuntutan dikabulkan Majelis Hakim pengadilan Negeri Bengkulu.

Dengan kasus yang sama, tapi tuntunan yang diajukan dan yang dikabulkan berbeda. Apalagi, posisi Novel Baswedan adalah pejabat negara penyidik senior KPK. Ditambah lagi diketahui, bahwa dua pelaku tersebut adalah polisi aktif dilembaga Polri.

Dari fakta sidang yang dibacakan saat persidangan, jaksa menyebutkan kedua terdakwa tidak sengaja menyiramkan cairan keras ke badan Novel. Sekalipun kasus ini masuk kategori penganiayaan berat, namun hukumannya diluar nalar dan logika. Hukum di negeri ini telah dijadikan sebagai alat kepentingan politik, sehingga wajar hasilnya sangat dirasa jauh dari keadilan.

Sidang kasus penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan terkesan hanya sebagai formalitas belaka. Bak mencari jarum dalam jerami. Mencari keadilan dalam rezim demokrasi hanya ilusi, kasus ini menyempurnakan bukti bahwa semua aspek kekuasaan demokrasi (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) telah mewujudkan kegagalannya dalam memberantas korupsi dengan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.

Hukum di negeri demokrasi layaknya perseteruan hitam versus putih yang tak akan pernah usai, terlalu banyak yang menunggangi kepentingan politik yang ingin bebas dari perangkat hukum di Indonesia, membayar kejahatan dengan materi dan selesai tanpa dihukumi, terlalu menyakitkan berharap pada hukum rimba yang berkiblat pada pemilik kekayaan, tanpa memiliki hati nurani.

Keadilan dalam sudut pandang Islam

Adil menurut KBBI adalah sama berat, tidak memihak, berpihak pada kebenaran dan berpegang pada kebenaran.

Adapun adil menurut Islam adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya yang semestinya dengan tidak memihak atau berat sebelah. Dalam sudut pandang lain adil dalam Islam artinya memutuskan suatu perkara yang disesuaikan dengan amal perbuatan.

Menurut Sosiolog Islam Ibnu Khaldun, adil adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya. Maksudnya memenuhi hak-hak orang yang berhak dan melaksanakan tugas-tugas atau kewajiban sesuai dengan fungsi dan peranannya dalam masyarakat. Lawan adil adalah zalim.

Kasus Novel adalah salah satu contoh ketidakadilan hukum yang terjadi di negeri penganut demokrasi. Sudah menjadi rahasia umum kepercayaan publik terhadap Polri tengah menurun. Lembaga hukum dinilai pilih-pilih dalam memproses hukum seseorang. Hukum tajam terhadap pihak yang kontra pada penguasa. Tumpul bila berhubungan dengan para pendukung penguasa.

Bagaimanakah keadilan dalam pandangan Islam? Keadilan dalam pandangan Islam tidak memakai kacamata manusia, melainkan penilaian Allah Ta’ala sebagai pembuat hukum. Ketika hukum Allah yang diterapkan, maka jauh dari politik kepentingan. Manusia hanya pelaksana hukum Allah Ta’ala.

Bagi seorang muslim, Allah SWT adalah Ahkamul hakimin alias sebaik-baik pemberi ketetapan hukum. Allah SWT berfirman, “Bukankah Allah adalah sebaik-baiknya pemberi ketetapan hukum? ”
(TQS. at-Tiin:8)

Kasus yang terjadi pada Novel Baswedan dapat diselesaikan di dalam Islam, kerusakan salah satu organ tubuh manusia dikategorikan sebagai sanksi jinayat, yang mewajibkan diyat sesuai kadar yang ditetapkan syariat Islam.

Untuk satu biji mata dikenakan ½ diyat. Ini didasarkan pada sabda Rasulullah Saw., “Pada dua biji mata dikenakan diyat.”

Dalam riwayat Imam Malik dalam Muwattha’, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga besabda, “Pada satu biji mata, diyat-nya 50 ekor unta.”

Sistem sanksi dalam Islam memilki dua fungsi, yaitu pertama sebagai zawajir, mencegah orang-orang berbuat kriminal dan dosa. Kedua, sebagai jawabir, penebus dosa atas dosa dan siksaannya di akhirat kelak. Dua fungsi ini membuktikan betapa Islam begitu menghargai dan menjaga nyawa, jiwa, anggota badan, harta, rasa aman, dan keadilan. Maka berharaplah dengan hukum yang berasal dari Allah SWT, maka keadilan sejatinya akan didapatkan.

Mendambakan keadilan hukum sistem demokrasi sekuler hanyalah suatu ilusi. Karena substansi hukum dalam demokrasi merupakan hukum buatan manusia yang serba terbatas pada akal dan pengetahuan yang dimiliki. Akibatnya, sistem hukum dalam demokrasi menderita cacat bawaan yang fatal dan sistematik, sehingga tak mungkin bisa diperbaiki.

Sedangkan dalam sistem islam kerusakannya bukan bersifat sistematik, tapi lebih bersifat human eror, yaitu penyimpangan dari sisi manusianya. Bukan penyimpangan dari sisi substansi hukumnya. Karena substansi hukumnya pasti benar karena bersumber dari wahyu Allah SWT.

Akhirnya hanya dengan kembali pada syariah Islam dan sistem Islam menegakkan keadilan hukum dapat dirasakan. Wallahu a’lam bishawab

Loading...

Baca Juga