New Normal: Tambal Sulam Solusi Kapitalis Atasi Pandemi. Oleh: Vika Agustina, Pemerihati Masalah Sosial.
Wacana new normal atau pola hidup baru yang beradaptasi dengan pandemi covid-19, mulai diterapkan di sebagian wilayah di Indonesia. Sebanyak 102 daerah yang tersebar di 23 provinsi, mulai diberlakukan new normal pada bulan juni ini. (detik.com 31/5/2020). untuk penyebaran daerah yang berlaku new normal paling banyak adalah di Daerah Istemewa Aceh, Sumatra Utara dan Papua. Sedangkan untuk wilayah Kalimantan timur hanya daerah Mahakam Ulu.
Untuk pemprof KALTIM sendiri tengah mengevaluasi langkah percepatan penanganan covid -19 dalam bidang kesehatan, sosial dan ekonomi melalui sekenario new normal atau kenormalan baru. Juru bicara tim gugus tugas percepatan penanganan covid -19 Kaltim, Andi M Ishak mengatakan bahwa rekomendasi yang diberikan dinas kesehatan kota Samarinda kepada tim gugus tugas sifatnya masih pengajuan rekomendasi. Sehingga bentuknya belum merupakan keputusan.
Rekomendasi ini akan terlebih dahulu dianalisa oleh tim gugus tugas dalam rangka mempertimbangkan tiga aspek yang menjadi syarat persetujuan pengajuan. Tiga syarat tersebut diantaranya. Pertama, perkembangan epidemologi 3 pekan setelah puncak pandemi. Kedua, persiapan kesehatan yang meliputi tempat karantina serta antisipasi jika terjadi lonjakan pasien. Ketiga, kemampuan tim surveilans di daerah untuk melakukan pelacakan dan screening. Bila ketiga syarat tersebut belum terpenuhi maka daerah dinyatakan belum siap untuk melakukan kenormalan baru.
Wacana New Normal
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan new normal diterapkan dari sisi ekonomi. Dia menerangkan saat ini mau tidak mau kehidupan memang harus beradaptasi dengan wabah COVID-19. Pemerintah sudah membuat berbagi skenario untuk memperkuat penerapan protokol kesehatan serta penyesuaian kegiatan ekonomi. Dengan begitu diharapkan bisa menekan korban PHK. Pemerintah yakin dengan tatanan kehidupan normal baru dan bergulirnya kegiatan ekonomi yang menyesuaikan kondisi pandemi, bisa menyelamatkan ekonomi RI dari resesi.
New normal yang telah ditetapkan pemerintah di sebagian wilayah Indonesia pada 1 juni lalu mengindikasikan bahwa pemerintah rela mempertaruhkan kesehatan dan keselamatan rakyatnya demi kepentingan ekonomi. Hanya saja pertanyaan yang kemudian muncul adalah untuk siapa kepentingan ekonomi ini diperjuangkan oleh pemerintah? Benarkah untuk seluruh rakyat Indonesia atau hanya untuk kepentingan kalangan tertentu.
Revisi UU Minerba No 4 Tahun 2009 yang dilakukan pemerintah pada tanggal 12 Mei, saat situasi Indonesia berada di tengah pandemi, seolah menjawab bahwa kepentingan ekonomi yang diperjuangkan pemerintah adalah untuk para kapital atau pemilik modal.
Disusul dengan disahkannya PERPU No. 1 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilisasi sistem keuangan untuk penanganan pandemi covid-19, dimana salah satu pasal memuat bahwa beberapa otoritas keuangan dan pejabat lainnya yang berkaitan dengan perpu ini tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pengamat hukum Universitas Indonesia, Chaerul Huda, menilai perpu tersebut justru memberikan kesan yang lebih berkenaan dengan penanggulangan dampak ekonomi akibat covid-19 daripada upaya penanggulangan covid-19 itu sendiri. Selain itu perpu tersebut juga dijadikan sebagai dasar lolosnya penjabat negara yang menyimpangkan anggaran dari jerat hukum.
Artinya kenapa wacana new normal ini dilakukan pemerintah setidaknya karena adanya dua alasan, yang pertama adalah masalah ekonomi dan yang kedua adalah ketidak mampuan negara untuk menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat pada masa pandemi. Adapun alasan pertama sebagaimana dipaparkan ekonom INDEF, Bhima Yudisthira, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat hingga minus dua persen.
Alasan kedua adalah masyarakat yang mulai stres karena tidak lagi mendapat pemasukan untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Banyaknya kasus PHK, jatuh tempo cicilan, bayar kontrakan dan lain sebagainya membuat masyarakat mulai resah sementara pemerintahpun tidak memiliki dana yang cukup untuk terus menyuplai kebutuhan hidup rakyatnya, disisi lain para pengusaha atau pebisnis mulai menekan pemerintah agar usahanya dapat berjalan. Karena itulah kebijakan new normal digulirkan, meskipun di tengah kondisi pandemi yang masih menuju klimaksnya.
Sementara itu disisi lain kebijakan new normal yang baru digulirkan oleh pemerintah menuai banyak kritikan. Banyak kalangan yang masih meragukan apakah new normal ini akan bisa dilakukan dengan baik atau justru menambah kasus covid semakin membesar. Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Muhammad Adib Khumaidi meminta pemerintah mengkaji secara mendalam rencana penerapan new normal di tengah pandemi Covid-19. Sebab, jika tidak diperhitungkan dengan matang, berpotensi terjadi ledakan kasus Covid-19 di Indonesia.
Pakar Epidemiologi Universitas Hasanuddin, Ridwan Amirudin mengatakan kebijakan yang dikeluarkan antarlembaga pemerintah tidak solid. Menimbulkan tekanan psicologis pada masyarakat terutama kalangan marginal.(sindonews, 30/5/2020). beliau juga menerangkan yang harus diutamakan di masa pandemi ini adalah keamanan dan kesehatan masyarakat baru masuk pada masalah ekonomi. Negara-negara lain menyelesaikan masalah keamanan dan kesehatan masyarakat dulu, sementara di Indonesia kurvanya masih mau menuju titik puncak belum sampai pada pelandaian kurva, jadi terlalu cepat dan dini jika kita masuk ke kehidupan kenormalan baru.
Tambal sulam solusi Kapitalisme
Walaupun para pakar dan praktisi kesehatan mengatakan terlalu dini untuk melalukan kebijakan new normal tapi sepertinya pemerintah tidak mengindahkan instruksi ini dan tetap melanjutkan kebijakan yang telah direncanakan, pemerintah kita saat ini lebih mengedepankan faktor ekonomi daripada kesehatan masyarakatnya.
Dari sini terlihat bahwa negara-negara yang menerapkan idiologi kapitalisme, menganggap bahwa kepentingan ekonomi jauh lebih dikedepankan daripada keamanan dan kesehatan masyarakatnya. Ketamakan sistem kapitalisme inilah yang memyebabkan wabah covid ini semakin membesar dan tidak terkendali laju penyebarannya di seluruh Dunia.
Tambal sulam solusi kapitalis dalam mengatasi wabah telah tampak secara vulgar bahwa cara kapitalisme menyelesaikan wabah bagaikan jauh panggang dari api. Dalam kapitalisme kemaslahatan dan keuntuntungan materi adalah sesuatu yang diagung-agungkan. Demi meraup keuntungan segala macam cara dilakukan sekalipun jika harus mengorbankan kesehatan masyarakatnya.
Cara penyelesain yang demikiaan juga merupakan bukti bahwa rezim saat ini tidak memiliki dasar yang benar dalam membuat kebijakan. Berbagai peraturan yang dibuat terkesan asal-asalan dan reaktif karena adanya tuntutan dan tekanan dari pihak lain yang sebenarnya lebih berkuasa. Mereka itu adalah para pengusaha yang berkepentingan mempertahankan proyek dan bisnis di negeri ini. Kemaslahatan dan kepentingan rakyat sering menjadi tumbal dalam mempertahankan keberlangsungan bisnis mereka.
Islam solusi tuntas selesaikan wabah
Islam memiliki pandangan lain yang bertolak belakang dengan pandangan sistem kapitalisme. Dalam sisitem ekonomi Islam, standar pertama yang dilakukan negara adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok hingga sekunder tiap individu masyarakat, baik negara dalam kondisi aman ataupun saat terkena wabah atau bencana seperti covid 19.
Dalam kasus penularan wabah, maka akan dilakukan karantina wilayah tempat wabah tersebut berada, dengan penjagaan ketat, warga di daerah wabah tidak boleh keluar daerah demi menghindari penularan secara bebas. Demikian pula warga yang berada di luar wabah tidak boleh masuk daerah wabah supaya tidak tertular. Dengan demikian daerah yang bersih dari wabah bisa menyuport daerah yang dikarantina.
Tiga prinsip Islam dalam menanggulangi wabah antara lain:
Pertama, jika terjadi wabah maka penguncian area yang terkena wabah harus dilaksanakan sesegera mungkin. Kebijakan ini serupa dengan kebijakan lockdown atau karantina wilayah. Sehingga seluruh kebutuhan pokok umat dipenuhi negara. Wabah pun akan cepat mereda.
Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu. Dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar rumah. (HR Muslim)
Kedua, Isolasi yang sakit. Jika ada penyakit yang menular, maka wajib bagi pasien yang terjangkit melakukan isolasi. Baik itu isolasi mandiri ataupun ditangani tenaga medis.Di sini dibutuhkan kesadaran masyarakat sebagai garda terdepan dalam memerangi wabah ini. Sehingga tenaga kesehatan sebagai garda terakhir tidak akan mendapatkan beban yang begitu berat. Kematian para nakes pun akan bisa dihindari.
Kesadaran yang dilandasi oleh keimanan akan menghasilkan amal yang produktif. Artinya, masyarakat yang memahami bahwa islam harus dipakai dalam kehidupannya, mereka akan melakukan social distancing dengan maksimal. Karena mereka memahami bahwa hal demikian adalah bentuk ikhtiar dalam kesembuhan yang merupakan perintah Allah Swt.
Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat. (HR Imam Bukhari Muslim)
Ketiga, pengobatan hingga tuntas. Bagaimana pun, nyawa manusia lebih berharga dibanding dunia dan isinya. Maka pengobatan harus maksimal dan ditunjang dengan sistem kesehatan yang baik. Fasilitas rumah sakit akan prima, APD mumpuni, tenaga medis yang banyak dan berkualitas, juga pendanaan yang sehat. Oleh karena itu, jika kita menginginkan permasalahan pandemi ini berakhir, selain berikhtiar untuk menjaga diri dari virus, juga harus dibarengi dengan ikhtiar menerapkan Islam secara kafah, karena hanya dalam sistem Islamlah seluruh masalah akan tuntas diatasi.
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al-Araf ayat 96).