Satu Solusi Atasi Kriminalitas. Oleh: Ulfa Novitamala, Aktivis Muslimah Ideologis.
Wabah Covid-19 belum lagi usai, kini muncul berbagai problem baru di tengah masyarakat. Salah satunya saat PSBB mulai berimbas pada masalah ekonomi. Angka kriminalitas dilaporkan meningkat selama dua pekan pemberlakuan PSBB di Jakarta. Aksi kriminal seperti pencurian dan perampokan bahkan tak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di Depok dan Tangerang (liputan6.com, 2/5/2020). Maraknya tindakan kriminalitas yang terjadi di sekitar kita menunjukkan bahwa situasi sedang tidak aman.
Meningkatnya tindak kriminalitas seperti pencurian, perampokan dan pembegalan ini tentu menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Ditambah lagi dengan kebijakan pembebasan narapidana melalui program asimilasi dan integrasi, yang konon merupakan rekomendasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Semangat kemanusiaan disebut-sebut sebagai hal yang melatarbelakangi pembebasan narapidana dan dikaitkan dengan wabah Covid-19.
Namun, keputusan mengeluarkan narapidana sebelum masa waktu penahanan berakhir tersebut tidak mempertimbangkan potensi residivisme mereka. Residivisme merupakan kecenderungan pengulangan suatu tindak pidana atau kejahatan yang dilakukan oleh orang yang sama dan sudah dijatuhi hukuman. Artinya napi yang dibebaskan masih berpotensi berulah lagi dengan aksi-aksi kriminalnya.
Tidak ada jaminan para mantan napi tersebut tidak akan berulah lagi. Justru inilah penanganan kebijakan yang kontraproduktif hingga akhirnya membuat keamanan masyarakat terganggu. Mestinya pemerintah sudah menimbang dengan matang sebelum mengambil kebijakan melepaskan napi. Sekarang, malah menjadi bumerang bagi negara.
Soal pembebasan napi, tidak adanya traveling ban dari negara terdampak wabah Covid-19 bahkan perkara penggunaan masker kain pun semua merujuk pada rekomendasi PBB. Seolah-olah di negara ini tidak ada ahli yang bisa dijadikan rujukan. Hal ini menggambarkan ketidakmandirian bangsa menetapkan yang terbaik untuk masyarakat.
Belum lagi bila mengingat penduduk mayoritas negara ini yang Islam, selayaknya al Quran dan as Sunah menjadi rujukan pertama. Islam bukan hanya sekedar agama tapi juga sistem aturan yang sangat komprehensif. Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah (habluminallah) meliputi aqidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya (hablum minannafsi) meliputi makanan, minuman, pakaian, dan akhlak. Hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas) meliputi muamalah dan ‘uqubat.
Sistem Peradilan Islam Jauhkan Kriminalitas
Islam menjamin keadilan setiap warga tanpa kecuali, tanpa ada konflik kepentingan karena hukum bukan berasal dari manusia yang punya banyak kepentingan. Tapi hukum berasal dari Allah Swt. Allah telah menegaskan di dalam al Quran bahwa tidak ada hukum yang lebih baik dari hukum Allah.
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah bagi kaum yang yakin?” (TQS al Maidah [5]: 50)
Terhadap pelaku kriminal Islam memiliki sistem sanksi atau ‘uqubat. ‘Uqubat merupakan balasan atas keburukan, yaitu sanksi atas kemaksiatan atau kejahatan (al-jarîmah). Al-Jarîmah atau perbuatan kriminal merupakan perbuatan tercela menurut standar syariah. Setiap perbuatan yang dipandang tercela menurut syariah maka itu adalah perbuatan kriminal, perbuatan dosa yang layak dijatuhi sanksi. ‘Uqubat dalam Islam ada empat jenis, yakni hudud, jinayat, ta’zir, dan mukhalafat.
Hudud merupakan sanksi yang telah ditetapkan oleh syariat dan menjadi hak Allah. Beberapa perbuatan tercela telah jelas ditetapkan kadar sanksinya di dalam syariah, seperti hukum potong tangan bagi pencuri, hukum qadzaf atau rajam bagi pezina.
Jinayat adalah perbuatan penganiayaan atau penyerangan terhadap badan, yakni mencakup anggota badan dan nyawa. Sanksi terhadap jinayat adalah qishas (balasan setimpal) atau diyat (denda). Seperti seseorang yang menyebabkan orang lain patah giginya, harus diberi sanksi dengan serupa yaitu dipatahkan gigi si pelaku atau membayar diyat jika korban memaafkan.
Adapun sanksi terhadap kemaksiatan yang di dalamnya tidak ada had dan kafarat disebut ta’zir. Khalifah-lah yang memutuskan jenis hukumannya berdasarkan penelaahan terhadap dalil-dalil syara’. Jenis kriminalitas yang termasuk ta’zir antara lain pelanggaran terhadap kehormatan, pelanggaran terhadap kemuliaan, perbuatan yang merusak akal, pelanggaran terhadap harta, gangguan keamanan, subversi, dan pelanggaran yang berhubungan dengan agama.
Sedangkan mukhalafat adalah sanksi yang dijatuhkan Khalifah kepada orang yang melanggar aturan-aturan yang ditetapkan oleh negara. Aturan-aturan Khalifah ini pada aspek teknis yang sifatnya mubah dan dibutuhkan negara dalam mengatur kehidupan bermasyarakat. Seperti misalnya aturan lalu lintas atau aturan administrasi kependudukan.
Sebagian manusia memandang hukum Islam itu terlalu keras, bahkan ada yang menganggapnya bertentangan dengan hak asasi manusia. Tentu saja sanksi itu harus keras karena tujuan adanya sanksi adalah supaya orang-orang mau tunduk terhadap aturan. Sanksi yang lunak tidak akan membuat orang tunduk terhadap aturan. Buktinya bisa kita lihat saat ini, sanksi penjara tidak membuat pencuri jera mencuri ataupun pengguna narkoba jera mengkonsumsi narkoba.
Sanksi yang keras tidak hanya membuat pelaku kriminal jera tapi juga akan mencegah orang lain untuk melakukan kejahatan. Inilah hikmah zawajir dalam uqubat Islam, mencegah manusia melakukan perbuatan tercela. Hikmah uqubat Islam lainnya adalah jawâbir (penebus dosa) yang membebaskan dirinya dari azab di akhirat.
Penjara yang penuh, over capacity yang dijadikan alasan pemerintah melepas para napi sebelum habis masa tahanannya seharusnya menjadi tanda yang jelas bahwa sanksi yang berlaku saat ini tidaklah efektif, tidak menimbulkan efek jera. Inilah persoalan kita, bukan semata tentang membebaskan napi di masa pandemi Covid-19 tetapi yang lebih mendasar yaitu tidak efektifnya hukum manusia dalam mengatasi persoalan di tengah masyarakat.
Sudah saatnya pemerintah serta umat Islam di bulan mulia ini, bulan diturunkannya al Quran untuk kembali menelaah dengan satu sudut pandang, bahwasanya mempelajari syariat Islam untuk kemudian diberlakukan di tengah kancah kehidupan.
“Dan jika penduduk negeri beriman dan bertaqwa (kepada Allah), sesungguhnya Kami (Allah) bukakan kepada mereka (pintu-pintu) keberkahan dari langit dan bumi; Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka lantaran apa yang telah mereka kerjakan.” ( TQS. Al-A’raf: 96)