oleh

Peradaban Ekonomi Ramadhan Masa Covid-19. Opini Naili Amalia

Peradaban Ekonomi Ramadhan Masa Covid-19. Oleh:  Naili Amalia SE MMPemerhati Ekonomi.

Apa kabar semua? Kurang baik bukan? Semoga senantiasa diberikan nikmat sehat, nikmat iman dan nikmat syukur. Hati terenyuh, gembira serta ucap syukur takkan henti dilafalkan. Pikiran melebur jadi satu, antara kekacauan dan kegembiraan. Pertemuan periode tahunan ini sungguh dinantikan seluruh umat muslim dunia. Tak lupa, harapan terus terpanjat untuk dipertemukan kembali hamba pada periode selanjutnya terus tanpa henti menanti datangnya
Tradisi ramadhan lenyap, Ramadhan berbeda telah hadir. Menjalankan puasa, buka, sahur, tarawih, Iktikaf, Tadarusan, Sholat Jum’at, Sholat Tasbih, Sholat Idul Fitri?, Buka bersama, ngabuburit, THR, takbir keliling, Halal Bi Halal semua lenyap. Yang ada hanyalah “dirumah aja”. Sepanjang hidup penulis, baru kali ini merasakan suasana ramadhan berbeda seperti ini.

Corona sebab utama terjadinya suasana ramadhan berbeda. Terasa lama, hampir satu setengah bulan Covid-19 berkeliling di Indonesia. Waktu yang sangat terasa panjang merasa jemu karena selalu dirumah aja. Peningkatan orang terinfeksi dari hari ke hari makin meningkat. Data terakhir 6 Mei 2020 menunjukkan 12.438 orang dinyatakan positif, 2.317 orang dinyatakan sembuh dan 895 orang meninggal.

Stigma masyarakat muncul macam rupa. Stigma “salah kaprah” tenpendam dibenak masyarakat terhadap orang dengan anggapan terdeteksi atau terpapar covid-19. Orang batuk atau panas dikira kena covid-19. Paling parah adalah “melihat orang batuk” sih. Masyarakat awam akan cenderung berfikir “orang tersebut terpapar covid-19?’. Musim sekarang ini derajat batuk sungguh dibawah derajat buang angin. Sehingga ketakutan, kecemasan dan kebingungan yang luar biasapun memunculkan stigma berupaya menolak jenazah positif covid-19.

Covid-19 bukan hal yang biasa jika tidak membuat kekacauan hampir seluruh negara di dunia ini. Bukan hanya membentuk stigma masyarakat memandang sinis terhadap penderita maupun keluarga penderita, sejatinya dinegeri tercinta ini memiliki pahlawan para tim medis sebagai garda terdepan. Bertaruh nyawa dengan berani para tim medis merawat dan menjalankan tugas dengan baik. Covid-19 bukan hal yang biasa jika tidak membuat kekacauan hampir seluruh negara di dunia ini. Selain itu covid-19lah mengacaukan semua lapisan kehidupan, sektor serta merubah perilaku masyarakat baik berkehidupan, beragama, bermasyarakat maupun bersosial.

Realita Berbagai Bidang
Pemerintah, selain sebagai pengendali utama suatu negara juga sebagai penanggung jawab akan semua masalah secara nasional. Tampak pemerintah kebingungan membuat mekanisme serta sistem untuk menghentikan semua ini. Upaya pencegahan juga dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan aturan sosial distancing yang meningkat menjadi physical distancing serta PSBB. Pemerintah juga berupaya untuk “mendoktrin masyarakat” menjaga kebersihan dengan sering-sering mencuci tangan serta menggunakan masker.

Gebrakan ekonomi dikeluarkan diantaranya, keringanan pembayaran kredit, memberi diskon biaya listrik, bantuan sosial, bantuan alat kesehatan, pembangunan rumah sakit khusus penanganan covid-19. Jelas semua itu membutuhkan dana besar, sehingga 7 April 2020 dari sisi income from investor pemerintah menerbitkan SUN senilai 62,62 Triliun menggunakan mekanisme “privat placement”. Pemerintah berupaya lagi meluncurkan SUN dihari berikutnya senilai 11,38 Triliun dengan mekanisme lelang.

Pemerintah meluncurkan SUN? Salah satu cara pemerintah mendapatkan pembiayaan yaitu dengan mengeluarkan SUN. “Suntikan dana” sangat dibutuhkan pemerintah masa krisis seperti ini karena ketidakmampuan pemerintah dari sisi keuangan untuk mencukupi semua penanganan pencegahan covid-19. Jika ditelaah lebih dalam, kali ini pemerintah mengeluarkan SUN dalam jumlah terbesar sepanjang sejarah dengan masa jatuh tempo 50 tahun. Indonesia kembali utang dimasa krisis untuk penanganan masalah covid-19.

Fantastik bukan? selama 50 tahun kedepan “rakyat harus bayar kupon (bunga)” kepada investor tentu saja dengan nilai fantastik pula. Pendapatan terbesar pemerintah dari mana lagi kalau bukan dari pajak. Pembayar pajak adalah rakyar. Dirasa sekarang ini masa tersulit bagi rakyat bertahan hidup, bagaimana nasib rakyat kedepan? tanpa disadari ada penambahan beban hutang yang harus dipikul “membayar kupon dan melunasi masa jatuh tempo obligasi”. Jadi latihlah anak cucu kita untuk semangat bayar hutangnya hehe.

Perusahaan, bermacam jenis perusahaan yang ada di Indonesia. Mulai perusahaan manufaktur, jasa maupun lainnya. Semua merasakan hal seragam yaitu kelam dalam alunan masa covid-19. Tak terkecuali sedikitpun, opsi mereka antara mengPHP atau mengPHK?. Bagaimana tidak? Alur bisnis tidak dapat berjalan semestinya. Sebagai ilustrasi dilapangan, perusahaan manufaktur eksport menghadapi hambatan jelas nyata, semua negara Importir mengalami masalah yang sama secara otomatis negara menolak untuk menerima barang ekspor. Perusahaan manufaktur dalam negeri mengalami hal serupa. Alasan pertama, jika memproduksi barang bukan primer jelas tidak dapat terdistribusi secara normal karena masyarakat lebih “menganutamakan kebutuh primer”. Alasan kedua, jika memproduksi barang primer daya beli masyarakat menurun, tetapi disisi lain ada peraturan pemerintah akan social distancing dan PSBB sehingga tidak akan mampu memproduksi. Sehingga terjadi produk langka.

Alur ilustrasi diatas menggambarkan perusahaan harus “memberi opsi” bagi posisi perusahaan masing-masing. Opsi bertahan, jika lokasi perusahaan tidak pada zona merah tetapi hanya mengerjakan orderan seadanya (perusahaan tidak akan bekerja maksimal). Opsi merumahkan alias mengPHP, karyawan dirumahkan dengan tidak menggaji karena tidak menjalankan operasional perusahaan (tutup sementara). Opsi mengPHK, karyawan yang dianggap tidak berperan penting dalam perusahaan sehingga dikeluarkan saja. Opsi terakhir yaitu “menutup perusahaan”, jika ketidakmampuan perusahaan menghadapi situasi bisnis dimasa ini dengan alasan tidak didukungnya manajerial yang kuat serta tidak adanya keuangan memadai.

Pedagang dan Enterpreneur, mampukah bertahan? kurang lebih nasibnya hampir sama dengan perusahaan. Opsi-opsi diatas dapat dijadikan sebagai pilihan pada masyarakat yang ada diposisi ini. Gambaran nyata terjadi penurunan secara drastis penjualan. Salah satu contoh Ramayana telah memPHK kurang lebih 80 orang karyawan disertai dengan penutupan gerai disalah satu zona merah. Cara bertahan, hal unik dilakukan oleh para pedangan dengan menggunakan “strategi promosi ataupun discount” barang secara fantastik.

Ramai sekali brand bernama melakukan stategi ini seperti KFC, PizzaHut, Sport Stasion ataupun toko-toko yang tidak menjual dengan brand terkenal sekalipun. Kompak menggunakan strategi yang sama. Strategi promo tidak dilakukan oleh pedagang kaki lima. Keuntungan aja pas-pasan bagaimana untuk biaya promo?. Minat konsumen “sangat lesu”, sehingga dapat dikatakan startegi apapun itu tidak berjalan efektif. Bagaimana tidak? Semua kalangan masyarakat mengalami penurunan ekonomi dalam arti lain sedikitnya pendapatan atau bahkan “tidak ada pendapatan sama sekali tapi harus melakukan pengeluaran secara continue”.

Karyawan, korban PHP dan PHK. Semenjak penetapan merumahkan atau memutus hubungan kerja semua tidak akan mendapatkan pemasukan. Setiap harinya mereka dituntut untuk mengeluarkan uang sebagai “hasrat kebutuhan bertahan hidup”. Perbuatan apa yang harus dilakukan? Menjual barang-barang yang “dianggap masih bernilai?”. Menunggu bantuan dari pemerintah atau dermawan? Atau justru hutang?. Apapun pasti akan dilakukan untuk menyambung hidup. Atau bahkan berniat melakukan tindakan melanggar hukum? Jelas “musim paceklik” meningkatkan tingkat kejahatan. Alasan utama jelas buntut masalah ekonomi, kerja susah dan tak bisa makan. Harapan terbesar mereka adalah tali satu padu gotong royong saling membantu untuk menyambung hidup dan senantiasa harus meningkatkan rasa syukur.

Ketidakseragaman pemerintah atas pengeluaran peraturan dan mekanisme uluran sosial menimbulkan polemik. Bagaimana tidak, jika atasan masih berdebat masalah mekanisme, Apakah nasib rakyat akan banyak mati kelaparan menunggu hasil debat terselesaikan? Adanya bantuan tersebut tak akan sampai tangan rakyat kalau atasan tidak sepemikiran. Hello artis aja banyak yang menjerit apalagi rakyat kecil. Intinya sama tak ada kerjaan, bedanya jika artis ada tabungan untuk menyambung hidup mereka, jika rakyat kecil punya apa? Jangankan punya tabungan pendapatan buat makan saja pas-pasan. Sehingga yang ada hanyalah diri untuk ingin diberi. Tumpuan semua pada pemerintah.

Titik Balik Peradaban?
Covid-19 tidak serta merta hanya sebuah masalah. Ada hikmah dibalik semua kisah termasuk si covid-19. Jika dihitung hampir 2 bulan semua masyarakat malakukan pembatasan mobilitas dan melakukan banyak hal dirumahaja. Sebelumnya banyak diantara mereka tidak mampu mengenali diri sendiri atas apa potensi dalam diri. Disinilah waktu yang tepat untuk mengenal diri sendiri lebih dalam, kita sebagai orang yang seperti apa?.
Dikala ramadhan, biasanya makanan untuk berbuka puasa selalu terjajar rapi dipinggir jalanan semua laris dibanjiri oleh pembeli. Tapi sekarang itupun hanya “gebrakan timing” tertentu saja.

Nyatanya habis maghrib-pun sudah tidak ada pembeli kembali. Jika dibandingkan dari tahun kemarin jelas pendapatan pedagang kaki lima penjual buka puasa mengalami penurunan. “Metamorfosa”, Tanpa disadari ternyata diri ini mampu memasak dengan taraf lumayan enak sehingga memiliki “nilai layak jual”. Ajang bagi para ibu-ibu untuk menunjukkan bakat. Buat makanan lalu difoto, pasang dalam story, balas chat komentar, list daftar pemesan, lakukan sisitem COD. Simple bukan? gerakan dirumahaja justru meningkatkan napsu makan. Jelas pasar ramai adalah industri makanan. Hampir semua makanan laris terjual menjadi viral. Justru pilihan semacam ini menjadi pilihan ketimbang harus beli makanan dipinggir jalan.

Konvensional, nampaknya terasa tertinggal. Iya benar adanya toko offline justru kalah dengan toko online. Dimana beberapa tahun terakhir berkembang pesatnya toko online. Adanya covid-19 justru memberikan gambaran jelas untuk melakukan semua aktivitas secara online, seperti halnya belanja. Puncak perkembangan dimana dapat dinyatakan dengan bebas harus beli online saja lalu dikirim sampai rumah ketimbang pergi ketoko. Tidak lain menjadi gerakan untuk antisipasi penularan covid-19 bukan? Tetapi fakta lain dari itu adalah penawaran meningkat drastis sedangkan permintaan menurun sehingga tidak menemukan keseimbangan pasar. Gambaran nyatanya adalah 1 pembeli dijadikan bahan rebutan berbagai penjual. Beda dengan masa sebelumnya, 1 penjual didatengi oleh beberapa pembeli. Artinya apa? kompetitor semakin padat, pasar semakin sempit lahannya untuk “mendapatkan cuan”.

Hukum alam mengatakan bahwa setiap roda pasti berputar. Disetiap kematian pasti akan ada kelahiran. Dirilis dari berbagai media masa korban meninggal akibat covid-19 mencapai ratusan di Indonesia. Begitu juga sekarang apa dapat dikatakan ini kematian masal? Jelas tidak, tapi nyatanya iya karena sekitar 1 bulan dinyatakan 895 orang meninggal. Banyaknya tingkat kematian akhir ini apakah akan memicu “baby boom?”. PSBB, Lockdown, #dirumahaja, apalah namanya intinya sama yaitu memberikan hikmah rasa tersendiri untuk semakin dekat dengan keluarga. Tak terkejuali para “ibu bapak semakin dekat” aja hehe.

Benar adanya peningkatan ibu hamil dalam kurun waktu terakhir justru meningkat drastis. Sragen, peningkatan ibu hamil sekitar 10% dengan penurunan peserta KB 45% persen (joglosemarnews.com). Tasikmalaya, 3.219 perempuan diketahui hamil saat masa sekarang ini.

Fantastik bukan? nampaknya PSBB menjadi senjata ampuh, sekitar 105% peningkatan perempuan hamil (4/5/20, kompas.com). Kepala BKKBN membenarkan terjadinya penurunan penggunaan KB pada masa covid-19 sehingga gagal menjalankan program KB.

Tampaknya dunia ini butuh peradaban. Dari segi dunia, pengurangan aktivitas tampaknya memberikan dampak positif bagi ekosistem alam. Dari segi manusia, tampaknya dunia ini membutuhkan orang yang baru dengan gebrakan dan secercah harapan kedepan yang lebih baik. Dari segi aktivitas, manusia terlalu lelah dalam bekerja sehingga saatnya ini untuk istirahat sejenak sehingga dapat merefresh pikiran menjadi lebih baik. Hidup bagaikan sebuah “grafik kurva definit positif” dimana kehidupan sekarang ini berada pada titik puncak dibawah. Ingat gambar “kurva pasti melengkung” jika sekarang ini berada pada posisi dipuncak bawah liatlah esok akan ada garis melengkung keatas “Akan ada kehidupan yang jauh lebih baik lagi kedepannya setalah masa covid-19 sekarang ini”.

Keep fight never give up.

Ujian terberat, masa dimana masa terendah setiap orang. Sebagian besar minim pendapatan atau bahkan tak ada pendapatan. Bagi kaum tertentu hanya mengandalakan uang tabungan sebagai pemenuh kebutuhan. Tapi apa jadinya jika tak punya tabungan? Hutang jadi pegangan sebagai pemenuh kebutuhan.

Padahal jelas “hukumnya haram” jika hutang dijadikan sebagai konsumtif, termasuk yang dilakukan pemerintah dengan pengeluran SUN?. Tapi ada daya tak ada jalan pilihan bagi sebagian masyarakat. Yang dibutuhkan sebenarnya pemenuhan kebutuhan dibebankan kepada pemerintah. Tapi apa daya negara kita hanya negara berkembang yang tak mampu mencukupi segala kebutuhan rakyatnya secara cuma-Cuma yang ada malah timbunan hutang.

Apapun kondisi sekarang ini jangan mengeluh dan jangan pernah berhenti bersyukur. Paling terpenting adalah diri ini senantiasa diberikan nikmat sehat, nikmat syukur, dijauhkannya dari wabah oleh Allah merupakan anugrah luar biasa. Bagaimana dengan masalah ekonomi? pikirkanlah tentang strategi apa yang bisa dilakukan dirumahaja sebagai aktivitas kegemaran baru dan strategi apa untuk kedepan?. “Dipikir dengan pemikiran santuy ajalah jangan dipikir terlalu berat”. Jika senantiasa bersyukur pasti Allah akan senantiasa menambah nikmat kita.

“Ya Allah, berikanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmatMu yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal sholeh yang Engkau ridloi dan masukkanlah aku dengan rahmatMu kedalam golongan hamba-hamba-Mu yang sholeh”. (Q.S An-Naml: 19).

Loading...

Baca Juga