oleh

Kontempelasi Tentang Kekuasaan, Catatan Kecil Warung Kopi Ndeso

Kontempelasi Tentang Kekuasaan, catatan kecil pojok warung kopi ndeso. Oleh: Malika Dwi Ana, Pengamat Sosial Politik, Penggiat Institute Study Agama dan Civil Society.

Barangsiapa membuang keinginan untuk berkuasa maka ia adalah penguasa (karena sudah berkuasa). Dan barangsiapa mengambil keinginan untuk berkuasa maka ia butuh penguasa, dan rela terlebih dahulu menjadi budaknya, lalu tidak tahu kapan ia bisa merdeka. (Tafsir Jalanlain).

Kekuasaan itu bukan untuk cuma berkuasa, atau sekadar jadi penguasa belaka. Atau pengin tercatat oleh sejarah, bahwa pernah berkuasa. Bukan begitu narasinya. Tetapi kekuasaan diraih untuk mewujudkan keadilan sosial. Itu maqom tertinggi bagi pemegang amanah atau pemegang kepercayaan.

Jika berkuasa cuma ingin jadi penguasa lalu tercatat dalam sejarah, Fir’aun itu penguasa hebat, Kemal Attartuk juga pemimpin berkelas pada zamannya. Namun lihatlah akhir hidupnya, Fir’aun tenggelam di dasar laut, dan jasad Attartuk konon tidak diterima oleh bumi. Keduanya adalah prasasti atas sosok pemimpin yang tidak amanah. Melawan kodrat kepemimpinan dan unsur-unsur moralitas dari amanah itu sendiri.

Ya, mereka tidak amanah karena keluar dari rambu-rambu agama, atau mempecundangi kepercayaan yang dibebankan di pundaknya demi kepentingan sendiri dan kelompoknya. Dan lebih sadis lagi, bahwa pengkhianatan kepada bangsa dan negara semata-mata untuk melayani kepentingan asing di negerinya sendiri.

Sejarah berkali-kali membuktikan. Dulu ada kisah tentang perbudakan Garudheya oleh Kadru. Dan kini berulang. Karena kelemahan bangsa ini tidak eling dan waspada sesuai pesan eyang Ranggawarsita. Karena lebih banyak yang memilih menjadi edan. Gila oleh gemerlap kekuasaan karena takut tidak keduman. Takut tidak kebagian, takut tidak mendapatkan kursi, takut tidak bisa makan. Takut tidak bisa menyenangkan istri atau suami, takut tidak bisa menyenangkan mertua, takut tidak bisa menyenangkan bos dan atasan, serta beribu-ribu ketakutan lainnya.

Lalu lupa, bahwa sakbegja-begjane wong kang edan, isih begja wong kang eling lan waspodo, sak mujur-mujurnya orang yang edan, masih mujur orang yang ingat dan waspada.

Loading...

Baca Juga