Lonjakan Kasus Infeksi, Negara Minim Antisipasi. Oleh: Ratna Munjiah, Pemerhati Sosial Masyarakat.
Penambahan pasien COVID-19 di Indonesia kembali menyentuh angka 900. Total hingga Sabtu (23/5), COVID-19 di Tanah Air mencapai 21.745 kasus.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona atau COVID-19 Achmad Yurianto, mengatakan, terhitung sejak 22 Mei 2020 pukul 12.00 WIB hingga 23 Mei 2020 pukul 12.00 WIB, kasus positif mengalami kenaikan sebanyak 949 orang.
“Gambaran inilah yang kita dapatkan bahwa penularan masih saja terus terjadi. Oleh karena itu, pesan pemerintah soal COVID, tolong ikuti dengan baik,” kata Yuri dalam keterangan persnya yang disiarkan langsung dari channel YouTube BNPB Indonesia, Sabtu (23/5).
Kenaikan kasus harian kali ini merupakan kenaikan kasus kedua terbanyak setelah rekor sebelumnya mencapai 973 kasus, pada Kamis (21/5) (idntimes.com).
Banyak pihak (IDI, epidemiolog) memprediksi melonjaknya kasus infeksi menjelang dan pasca lebaran. Namun pemerintah tak cukup merespon dengan kebijakan antisipasi.
Rekor pertambahan kasus harian hingga 900 seharusnya menyadarkan pemerintah bahwa perlu perombakan kebijakan agar memprioritaskan penanganan kesehatan, apapun risikonya.
Bila tidak, maka upaya apapun yang ditempuh baik untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi maupun menormalkan kondisi sosial hanya akan memperparah kondisi krisis
Negara minim antisipasi disebabkan karena sampai saat ini penerapan sistem kapitalis masih bercokol di negeri ini, dalam sistem ini nyawa individu dinilai berdasarkan materi dan keuntungan ekonomi, sehingga pengabaian terhadap rakyat masih terus berlangsung. Negara tidak memperhatikan kondisi pertambahan kasus bahkan tidak mampu mengambil solusi terbaik dalam penanganan lonjakan kasus tersebut. Hal ini tentu sangat berbeda dalam sistem Islam.
Islam mewajibkan negara menjadi penanggung jawab dan menjamin kebijakan yang lahir didasarkan pada wahyu, dijalankan dengan mekanisme yang selaras ilmu dan sains serta ditujukan semat-mata memberikan kemaslahatan bagi semua rakyat. Kemaslahatan rakyat merupakan prioritas dalam sistem Islam.
Syariat Islam bertujuan untuk membina dan menjaga serta memenuhi hajat hidup manusia dari berbagai dimensi, menghindarkan perbuatan manusia yang didominasi oleh otoritas hawa nafsu dan kembali pada tujuan hidupnya yaitu untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah SWT.
Untuk melaksanakan syariat Islam maka Allah SWT telah memberikan tata cara pelaksanaannya agar berpedoman kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
تركت فيكم أمرين لن تـضـلو أبدأ ان تمسكتم بهما : كـتاب الله و سـنة نبـيه[17].
Artinya :
Telah kutinggalkan pada kalian dua hal, kamu tidak akan tersesat selama kamu berpegang teguh kepada keduanya; kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya.
Oleh karenanya di dalam Islam, setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di depan undang-undang dan pengadilan, baik itu rakyat maupun penguasa (pemimpin). Tidak di beda-bedakan antara si kaya dan si miskin. Islam tidak mengenal stratifikasi sosial (kasta) dengan memberikan prevelege kepada suatu kelas tertentu.
Tujuan diterapkannya hukum syara’ menurut Imam Muhammad Abu Zahrah: “Syariat Islam datang dengan membawa rahmat bagi umat manusia”. Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah swt:
Artinya: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam” (al Anbiya:107)
Juga firman Allah swt.: Artinya:“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembah bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Yunus: 57).
Sehingga menjadi sebuah kewajiban bagi suluruh individu untuk menjalankan syariat-Nya, kewajiban ini juga berlaku bagi penguasa. Penguasa harus mampu mengurus rakyatnya dengan memberikan pelayanan terbaik bagi rakyat, dan menetapkan setiap kebijakan berdasarkan hukum syara yang menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai rujukan dalam menetapkan sebuah kebijakan.
Kekuasaan di dalam Islam adalah tanggungjawab. Kekuasaan tidaklah diberikan kepada seseorang melainkan untuk mewujudkan tujuan. Pemimpin dalam Islam adalah wakil dari umat dalam mewujudkan tujuan-tujuan syariat. Rakyat telah memberikan hak nya melalui pemilihan. Oleh karena itu kewajiban besar menanti tugas seorang pemimpin. Karena besarnya tugas dan tanggungjawab seorang pemimpin maka Allah SWT telah mempersiapkan balasan yang besar bagi penguasa yang mampu menunaikan kewajibannya dengan baik.
Islam sebagai sebuah sistem yang paripurna memiliki seperangkat aturan yang jika aturan itu diterapkan maka kesejahteraan dalam kehidupan dapat dirasakan. Dalam Islam kesehatan merupakan tanggung jawab negara, yang wajib diberikan kepada seluruh rakyatnya bahkan secara gratis.
Dalam sistem Islam penguasa tidak hanya perlu menanggapi orang-orang di bawah perawatan tetapi juga harus menjawab kepada otoritas yang lebih tinggi Malik-al-Mulk (Penguasa dari segala kedaulatan).
Dengan demikian, penguasa harus memenuhi kewajiban yang diletakkan di atas pundaknya. Karena hal ini tidak hanya merupakan mandat dari negara, tetapi hukum Allah SWT. Oleh karena itu penguasa harus peduli atas setiap kebutuhan rakyatnya dan memastikan bahwa rakyatnya tidak akan menghadapi kesulitan yang tidak pantas apalagi disaat terjadinya wabah, seperti tingginya biaya berobat, kurangnya akses ke pelayanan kesehatan, pengabaian terhadap individu yang terinfeksi, atau bahkan menunggu lama untuk mendapatkan perawatan.
Kesehatan dalam Islam menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya. Rasulullah SAW bersabda,”Setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Jadi, penguasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya.”(Bukhari & Muslim).
Oleh karena itu Imam/pemimpin bertanggung jawab untuk mengelola urusan-urusan rakyat. Salah satu kebutuhan dasar adalah menyediakan layanan kesehatan. Ketika Rasulullah SAW menjadi kepala negara di Madinah diberikan dokter sebagai hadiah, namun ia tugaskan dokter tersebutlah ke umat Islam. Adanya kenyataan bahwa Rasulullah SAW menerima hadiah dan tidak digunakan. Bahkah beliau menugaskan dokter itu kepada kaum muslimin menunjukkan bahwa kesehatan merupakan salah satu kepentingan umat Islam.
Sistem Islam memandang penyediaan kesehatan kepada rakyat mencakup seluruh aspek kehidupan bukan berdasarkan aspek ekonomi. Ini bearti bahwa pemimpin negara Islam wajib menyediakan sarana kesehatan yang memadai dan berkualitas bagi seluruh rakyat bukan berdasarkan asas manfaat, baik disaat terjadinya wabah ataupun tidak. Apalagi disaat rakyat dihadapkan penambahan kasus infeksi, penguasa sudah seharusnya lebih optimal untuk mencarikan solusi. Dan memberikan jaminan keamanan terhadap penyebaran infeksi kepada seluruh rakyatnya.
Oleh karenanya hanya dengan diterapkannya sistem Islam dalam bingkai daulah khilafah maka segala problematika yang dihadapi rakyat akan menemukan solusi terbaik. Wallahua’lam.