oleh

Disubsidi Rakyat Masih Rugi 11 T, BPK Didesak Audit Pertamina

FOKUSBERITA.ID – Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto menyebut, BPK harus melakukan audit khusus Pertamina  terkait kerugian sejumlah 11,13 triliun pada semester pertama tahun 2020. Jumlah kerugian tersebut dianggap tidak masuk akal terlebih saat ini perusahaan minyak negara disubsidi langsung oleh takyat.

Mulyanto menilai, kerugian 11,13 T tersebut terjadi karena Pertamina tidak menyiapkan sistem manajemen krisis. Kerugian ini dinilainya tidak masuk akal karena pada saat krisis, BUMN ini tidak menurunkan harga jual BBM.

“Saat harga minyak dunia anjlok hingga di bawah USD 20/barel, Pertamina tidak menurunkan harga semua jenis BBM. Termasuk BBM non-subsidi. Logikanya, pendapatan Pertamina bertambah secara signifikan,” kata Mulyanto di Jakarta, Sabtu (29/8/2020).

Mantan Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian era Presiden SBY ini menjelaskan, meskipun konsumsi BBM saat pandemi berkurang, tapi nilai jualnya cukup tinggi dibanding harga beli bahan baku minyak. Karenanya, ia meminta agar dilakukan pemeriksaan laporan keuangan secara khusus oleh BPK.

“Jangan sampai terkesan, rakyat yang mensubsidi Pertamina.  Bukan sebaliknya, Pemerintah yang mensubsidi rakyat.  Namun, toh tetap saja rugi. Karenanya, penting dilakukan audit oleh BPK.  Agar kita tahu apa saja yang membuat Pertamina merugi sebesar itu,” ujar Mulyanto.

Anggota Komisi VII ini menilai, manajemen Pertamina tidak cepat melakuan terobosan, sebagai upaya adaptasi menghadapi keadaan luar biasa. Akibatnya kondisi keuangan perusahaan plat merah ini jeblok.

“Semua perusahaan minyak dunia juga mengalami tantangan yang sama. Tapi nyatanya sebagian dari mereka mampu bertahan dan tetap mendapatkan untung. Meskipun keuntungannya tidak sebesar di tahun-tahun normal,” tegas Mulyanto.

Ia pun mencontohkan beberapa perusahaan minyak dunia yang tetap untung meskipun krisis.  Diantaranya adalah Petronas, Indian Oil Group, Saudi Aramco dan Petro China Ltd.

Perusahaan-perusahaan minyak dunia itu, kata Mulyanto, sudah menyiapkan sistem manajemen krisis dan sigap menghadapi perubahan lingkungan strategis yang ada. Sehingga ketika krisis itu benar-benar terjadi mereka mampu mengantisipasi.

“Tantangan krisis yang dihadapi perusahaan-perusahaan minyak itu kurang-lebih sama dengan yang dihadapi Pertamina. Tapi nyatanya mereka tetap bisa untung,” imbuh Mulyanto.

Menurutnya, Petro China Ltd menjadikan merosotnya harga minyak dunia sebagai kesempatan untuk mengisi cadangan minyak startegis mereka. Strategi ini membuat perusahaan tersebut mampu bertahan untuk memenuhi kebutuhan 80 hari.

“Apakah Pertamina melakukan itu? Berapa besar cadangan minyak strategis nasional yang telah kita isi.  Apakah ketika merosotnya harga BBM dunia, Pertamina menambah impor untuk memenuhi tangki-tangki minyak kita. Ini adalah pertanyaan yg penting. Sebab, Indonesia sudah menjadi negara net importir. Seharusnya ini menjadi kesempatan besar sebagaimana yang dilakukan Petro China,” pungkas Mulyanto. (OSY)

Loading...

Baca Juga