oleh

Sudah Tepatkah Standar New Normal di Indonesia?

Sudah Tepatkah Standar New Normal di Indonesia? Oleh: Fatimah Azzahrah Hanifah, Mahasiswi FMIPA Universitas Indonesia

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah merilis protokol new normal dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Sayangnya protokol tersebut lebih banyak untuk menormalkan kondisi ekonomi, belum diiringi dengan protokol penanganan wabah dari aspek kesehatan.

Sejak 1 Juni 2020 pemerintah memberlakukan new normal atau tatanan kehidupan baru. Kebijakan new normal adalah kebijakan untuk membuka tempat publik seperti sekolah, perkantoran, pelabuhan, bandara, tempat ibadah, pusat berbelanja dan lain-lain dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yaitu cuci tangan menggunakan sabun, penggunaan masker dan tetap menjaga jarak.

Banyak pro kontra atas kebijakan new normal tersebut. Para ahli epidemiologi mengkritik keras kebijakan ini karena tingkat resiko penularan masih sangat tinggi. Menurut Tifauzia Tyassuma, Direktur Eksekutif Clinical Epidemiology and Evidence Based Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan, “Peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia terjadi karena beberapa sebab, salah satunya adalah dampak dari kampanye new normal.”
Sejumlah negara di luar negeri juga sedang bersiap untuk melaksanakan new normal. Salah satunya Inggris dan Amerika Serikat. Menteri luar negeri Inggris, Dominic Raab mengingatkan, ketika angka kasus telah mereda dan wabah virus mulai melandai, orang-orang akan kembali kepada kehidupan normalnya lagi. Banyak hal harus ditetapkan Inggris sebelum diterapkannya new normal.

Hal ini tidak berbeda dengan Amerika Serikat, AS telah melonggarkan kebijakan lockdown-nya untuk meningkatkan aktivitas ekonomi, walaupun angka terinfeksi Covid-19 disana masih tinggi.
Standar mengambil kebijakan new normal yang dilakukan di negara kapitalis pertimbangannya ekonomi semata. Kebijakan new normal hanya untuk meningkatkan aktivitas ekonomi yang menurun saat wabah Covid-19 di negara tersebut. Tidak memperhatikan aspek kemanusiaan ketika mengambil kebijakan tersebut. Bahkan Kate Middelton, calon ratu Inggris, lebih memilih untuk tidak mengizinkan anaknya pergi ke sekolah sebelum wabah ini benar-benar berakhir.

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia hanya membebek tren global untuk menerapkan new normal? Ataukah Indonesia telah melakukan standar yang jelas sebelum akhirnya menetapkan kebijakan new normal? Mengingat angka terinfeksi Covid-19 di Indonesia yang masih terus bertambah dengan kurva yang masih belum tahu kapan akan menurun. Kebijakan new normal tersebut terkesan terburu-buru hanya demi meningkatkan aktivitas ekonomi. Ditambah lagi tidak memiliki peta jalan yang jelas dan tidak menyiapkan perangkat yang memadai, dikhawatirkan dapat menimbulkan wabah gelombang kedua yang mengintai di depan mata.

Sebenarnya Islam telah memiliki standar tolak ukur untuk kebijakan darurat wabah agar dapat berganti kepada konsep new normal. Ada empat standar dalam Islam untuk menerapkan konsep new normal, yaitu: Kaidah as-Sababiyah (sebab-akibat), memperhatikan pendapat ahli, memperhatikan hukum atau kaidah tentang dharar (kemudaratan) dan yakin akan qadha Allah SWT dan bertawakal pada-Nya
Inilah empat poin yang sebaiknya diperhatikan ketika hendak menyiapkan rencana new normal, terutama bagi pemerintah atau kepala negara yang akan mengambil kebijakan tersebut.

Pemerintah harus memahami bagaimana hubungan sebab dan akibat yang ditimbulkan ketika ingin mencapai target atau tujuan tertentu dalam new normal. Upaya mengetahui seluruh sebab ini akan mampu menghantarkan pada tercapainya new normal dan menyelesaikan masalah wabah, juga tidak membiarkan individu rakyatnya sendiri menyelesaikan permasalahan ini. Pemerintah juga harus mengaitkannya dengan akibat yang ditimbulkan secara benar. Maka sangat dibutuhkan roadmap (peta jalan) yang jelas pada kebijakan new normal ini.

Pemerintah sudah seharusnya memperhatikan dan bertanya pendapat para ahli yaitu tenaga medis, ahli epidemiologi dan lainnya terkait masalah ini. Serta mempertimbangkan apakah kebijakan ini akan menimbulkan kemudharatan pada rakyatnya atau tidak. Ketika kebijakan tersebut dikhawatirkan mengakibatkan bertambahnya jumlah korban jiwa, maka haram hukumnya pemerintah untuk menetapkan kebijakan tersebut.

Sebagai seorang Muslim, kita harus memahami bahwa wabah Covid-19 ini adalah ketetapan Allah sebagai musibah, ujian dan teguran untuk kita semua. Akan tetapi, kita tidak boleh bersikap pasrah, tapi harus menyiapkan segala sesuatunya secara maksimal dengan memperhatikan pendapat para ahli serta menimbang baik dan buruknya bagi kita atau keluarga kita.

Loading...

Baca Juga